(By. DIA)
Reza merintih kesakitan. Ia mulai menggigil.
Wajahnya pucat. Bibirnya biru. Tangannya bergetar meraih tubuhnya yang panas
dingin.
Dengan langkah tertatih, ia tuju lemari putih
sebelah meja. Ia buka kunci dan menggapai pintu lemari. Diambilah sejenis obat.
Tangan yang masih bergetar berusaha membuka bungkusnya. Ia minum obat tanpa pikir
panjang.
Baru saja akan meminum, seseorang mengambil
langsung obat itu dan membuangnya di tempat sampah.
Matanya melotot. Tidak percaya dengan apa yang
dilakukan gadis di depannya.
“RISKA!” teriakannya menggelenggar memenuhi
kamarnya. Reza rapuh, terjatuh di lantai.
“Kenapa? Katanya mau taubat. KENAPA KAKAK AMBIL
LAGI BARANG HARAM ITU.”
“DAMN. Gue gak bisa tanpa obat itu. Ini bikin GUE
SAKIT.” Rintihnya menahan sakit.
Riska menangis. Air matanya meleleh membasahi
pipi merahnya.
“Kenapa aku harus memiliki saudara sebodoh
kakak?”
Riska mendekati kakaknya. Pelan, tangan
mungilnya mengusap kepala kakaknya.
“Kak. Allah itu maha melihat. Ia tahu segalanya.
Teguhkanlah tekad Kak Reza untuk bertaubat, kak. Niat itu tidak hanya diucapkan
secara lisan. Tapi juga diucapkan dengan hati. Jika kakak memulai ini semua,
seharusnya kakak berani mengakhiri ini. Sakit itu lebih baik kakak rasakan di
dunia dari pada di akhirat kelak, kak.”
Riska menangis. Dipeluklah sang kakak yang masih
menggigil. Mungkin benar, sulit untuk Reza jauh dari barang terlarang itu. Riska
memutuskan untuk mengawasi dan mendapingi kakaknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar