TEORI DAN KONSEP PSIKOLOGI
&
TEORI DAN KONSEP PRILAKU
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Psikologi Ibu dan Anak
Dosen Pengampu : Ferry
R.S.,SsiT.,M.Kes
Disusun oleh :
ASTI APRIANI (140001)
DESI NURIANTI (140002)
AKADEMI KEBIDANAN DUTA DHARMA PATI
TAHUN AKADEMIK 2014/2015
Teori dan
konsep psikologi
A. Pengertian psikologi
Secara etimologi kata psikologi
berasal dari bahasa yunani, yang terdiri dari dua kata, yaitu psyche yang
berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu. Jadi, secara umum kata psiologi
bisa diartikan sebagai suatu studi yang mempelajari tentang jiwa.
1)
Menurut Bigot dan Konstam, 1954,
psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa dan kehidupan jiwa.
2)
Menurut Garet, 1961, psikologi
adalah studi sistematis tentang tingkah laku manusia
3)
Menurut word worth dan Marguis,
1961, psikologi adalah studi ilmiah tentang kegiatan-kegiatan individu di
lingkungan.
4)
Menurut ruch dan zimbardo, 1971,
psikologi adalah ilmu yang mempelajari prilaku organisasi.
5)
Menurut hilgard, 1975, dan Ricard
Mayer, 1981, psikologi adalah salah satu ilmu yang mempelajari tentang tingkah
laku manusia, proses-proses mental, dan struktur daya ingatan.
6)
Menurut Morgan, King dan Robinson,
1979, psikologi adalah ilmu tingkah laku manusia dan penerapannya pada masalah
manusia.
7)
Menurut William James, 1980,
psikologi adalah ilmu yang mempelajari kehidupan mental dan fenomena psikisnya,
seperti perasaan, keinginan, kognitif, persepsi atau pikiran logis.
Berdasarkan pendapat para ahli di
atas, maka dapat kita buat suatu definisi secara umum bahwa psikologi adalah
suatu ilmu yang sistematis dan ilmiah mengenai prilaku manusia dan proses
mental yang berhubungan dengan lingkungan.
B. Sejarah Psikologi
Sejak zaman filsuf-filsuf besar
seperti Socrates (469-399 SM) telah berkembang filsafat mental yang membahas
secara jelas persoalan “jiwaraga”. Rene Descartes (1596-1650) mengemukakan
bahwa manusia memiliki dimensi jiwa dan raga yang tidak dapat dipisahkan.
Pada awal abad XIX psikologi
mengalami kemajuan yang cukup pesat, Gustaf Tehodore Fechner (1801-1650) dan
Ernest Heinrich Weber (1795-1878) menemukan suatu hukum penginderaan melalaui
eksperimen yang dipublikasikan pada tahun 1860 dalam buku Element of
Pschology.
Puncaknya adalah ketika Wilhem Wund
(1832-1920) pada tahun 1979 mendirikan laboratorium psikologi pertama di
Leipzig Jerman dan peristiwa ini menandai psikologi sebagai ilmu mandiri.
Tahun 1883 berdiri laboratorium
serupa di Universitas John Hopkins. Tahun 1890 terbit buku The Priciples of
Psychology karangan William James (1842-1910) yang setahun kemudian menjadi
profesor psikologi dan sejak itu hampir semua universitas di Amerika memiliki
fakultas yang mandiri.
Di Indonesia perkembangan psikologi
dimulai pada tahun 1953 yang dipelopori oleh Slamet Iman Santoso dengan
mendirikan lembaga pendidikan psikologi pertama yang mandiri dan pada tahun
1960 lembaga tersebut sejajar dengan fakultas-fakultas lain di Universitas
Indonesia dan kemudian dikembangkan di UNPAD dan UGM.
Belakangan ini kemajuan psikologi
semakin pesat, ini terbukti dengan bermunculannya tokoh-tokoh baru, misalnya BF
Skinner (pendekatan behavioristik), Maslow (teori Aktualisasi diri) Roger
Wolcott (teori belahan otak), Albert Bandura (social learning teory), Daniel
Goleman (kecerdasan emosi), Howard Gadner (multiple intelligences) dan
sebagainya.
C. Macam Teori Menurut Aliran
1. Psikoanalisis
Salah satunya tokoh psikoanalisis
adalah Sigmund Freud (1856 – 1939). Nama asli Freud adalah Sigismund
Scholomo. Namun sejak menjadi mahasiswa Freud tidak mau menggunakan nama
itu karena kata Sigismund adalah bentukan kata Sigmund. Freud lahir pada 6 Mei
1856 di Freiberg, Moravia. Saat itu Moravia merupakan bagian dari kekaisaran
Austria-Hongaria (sekarang Cekoslowakia). Pada usia empat tahun Freud dibawa
hijrah ke Wina, Austria (Berry, 2001:3). Kedatangan Freud berbarengan dengan
ramainya teori The Origin of Species karya Charles Darwin (Hall,
2000:1).
Psikoanalisis bermula dari keraguan
Freud terhadap kedokteran. Pada saat itu kedokteran dipercaya bisa menyembuhkan
semua penyakit, termasuk histeria yang sangat menggejala di Wina (Freud,
terj.,1991:4). Pengaruh Jean-Martin Charcot, neurolog Prancis, yang menunjukkan
adanya faktor psikis yang menyebabkan histeria mendukung pula keraguan Freud
pada kedokteran (Berry, 2001:15). Sejak itu Freud dan doktor Josef Breuer
menyelidiki penyebab histeria. Pasien yang menjadi subjek penyelidikannya
adalah Anna O. Selama penyelidikan, Freud melihat ketidakruntutan keterangan
yang disampaikan oleh Anna O. Seperti ada yang terbelah dari kepribadian Anna
O. Penyelidikan-penyelidikan itu yang membawa Freud pada kesimpulan struktur
psikis manusia: id, ego, superego dan ketidaksadaran, prasadar, dan kesadaran.
Freud menjadikan prinsip ini untuk
menjelaskan segala yang terjadi pada manusia, antara lain mimpi. Menurut Freud,
mimpi adalah bentuk penyaluran dorongan yang tidak disadari. Dalam keadaan
sadar orang sering merepresi keinginan-keinginannya. Karena tidak bisa
tersalurkan pada keadaan sadar, maka keinginan itu mengaktualisasikan diri pada
saat tidur, ketika kontrol ego lemah.
Dalam pandangan Freud, semua
perilaku manusia baik yang nampak (gerakan otot) maupun yang tersembunyi
(pikiran) adalah disebabkan oleh peristiwa mental sebelumnya. Terdapat
peristiwa mental yang kita sadari dan tidak kita sadari namun bisa kita akses (preconscious)
dan ada yang sulit kita bawa ke alam tidak sadar (unconscious). Di alam
tidak sadar inilah tinggal dua struktur mental yang ibarat gunung es dari
kepribadian kita, yaitu:
a. Id, adalah
berisi energi psikis, yang hanya memikirkan kesenangan semata.
- Superego, adalah berisi kaidah moral dan nilai-nilai sosial yang diserap individu dari lingkungannya.
- Ego, adalah pengawas realitas.
Sebagai contoh adalah berikut ini:
Anda adalah seorang bendahara yang diserahi mengelola uang sebesar 1 miliar
Rupiah tunai. Id mengatakan pada Anda: “Pakai saja uang itu sebagian,
toh tak ada yang tahu!”. Sedangkan ego berkata:”Cek dulu, jangan-jangan
nanti ada yang tahu!”. Sementara superego menegur:”Jangan lakukan!”.
Pada masa kanak-kanak kira dikendalikan sepenuhnya
oleh id, dan pada tahap ini oleh Freud disebut sebagai primary
process thinking. Anak-anak akan mencari pengganti jika tidak menemukan
yang dapat memuaskan kebutuhannya (bayi akan mengisap jempolnya jika tidak
mendapat dot misalnya).
Sedangkan ego akan lebih
berkembang pada masa kanak-kanak yang lebih tua dan pada orang dewasa. Di sini
disebut sebagai tahap secondary process thinking. Manusia sudah dapat
menangguhkan pemuasan keinginannya (sikap untuk memilih tidak jajan demi ingin
menabung misalnya). Walau begitu kadangkala pada orang dewasa muncul sikap
seperti primary process thnking, yaitu mencari pengganti pemuas
keinginan (menendang tong sampah karena merasa jengkel akibat dimarahi bos di
kantor misalnya). Proses pertama adalah apa yang dinamakan EQ (emotional
quotient), sedangkan proses kedua adalah IQ (intelligence quotient) dan
proses ketiga adalah SQ (spiritual quotient).
2. Behaviourisme
Aliran ini sering dikatkan sebagai
aliran ilmu jiwa namun tidak peduli pada jiwa. Pada akhir abad ke-19, Ivan
Petrovic Pavlov memulai eksperimen psikologi yang mencapai puncaknya pada tahun
1940 – 1950-an. Di sini psikologi didefinisikan sebagai sains dan sementara
sains hanya berhubungan dengan sesuatu yang dapat dilihat dan diamati saja.
Sedangkan ‘jiwa’ tidak bisa diamati, maka tidak digolongkan ke dalam psikologi.
Aliran ini memandang manusia sebagai
mesin (homo mechanicus) yang dapat dikendalikan perilakunya melalui
suatu pelaziman (conditioning). Sikap yang diinginkan dilatih
terus-menerus sehingga menimbulkan maladaptive behaviour atau perilaku
menyimpang. Salah satu contoh adalah ketika Pavlov melakukan eksperimen
terhadap seekor anjing. Di depan anjing eksperimennya yang lapar, Pavlov
menyalakan lampu. Anjing tersebut tidak mengeluarkan air liurnya. Kemudian
sepotong daging ditaruh dihadapannya dan anjing tersebut terbit air liurnya.
Selanjutnya begitu terus setiap kali lampu dinyalakan maka daging disajikan.
Begitu hingga beberapa kali percobaan, sehingga setiap kali lampu dinyalakan
maka anjing tersebut terbit air liurnya meski daging tidak disajikan. Dalam hal
ini air liur anjing menjadi conditioned response dan cahaya lampu
menjadi conditioned stimulus.
Percobaan yang hampir sama dilakukan terhadap seorang
anak berumur 11 bulan dengan seekor tikus putih. Setiap kali si anak akan
memegang tikus putih maka dipukullah sebatang besi dengan sangat keras sehingga
membuat si anak kaget. Begitu percobaan ini diulang terus menerus sehingga pada
taraf tertentu maka si anak akan menangis begitu hanya melihat tikus putih
tersebut. Bahkan setelah itu dia menjadi takut dengan segala sesuatu yang
berbulu: kelinci, anjing, baju berbulu dan topeng Sinterklas. Ini yang
dinamakan pelaziman dan untuk mengobatinya kita bisa melakukan apa yang disebut
sebagai kontrapelaziman (counterconditioning).
3. Psikologi Humanistis
Aliran ini muncul akibat reaksi atas
aliran behaviourisme dan psikoanalisis. Kedua aliran ini dianggap merendahkan
manusia menjadi sekelas mesin atau makhluk yang rendah. Aliran ini biasa
disebut mazhab ketiga setelah Psikoanalisa dan Behaviorisme.
1. Salah satu
tokoh dari aliran ini – Abraham Maslow – mengkritik Freud dengan mengatakan
bahwa Freud hanya meneliti mengapa setengah jiwa itu sakit, bukannya meneliti
mengapa setengah jiwa yang lainnya bisa tetap sehat. Salah satu bagian dari
humanistic adalah logoterapi. Adalah Viktor Frankl yang mengembangkan teknik
psikoterapi yang disebut sebagai logotherapy (logos = makna).
Pandangan ini berprinsip:
a.
Hidup memiliki makna, bahkan dalam
situasi yang paling menyedihkan sekalipun.
b.
Tujuan hidup kita yang utama adalah
mencari makna dari kehidupan kita itu sendiri.
c.
Kita memiliki kebebasan untuk
memaknai apa yang kita lakukan dan apa yang kita alami bahkan dalam menghadapi
kesengsaraan sekalipun.
Frankl mengembangkan teknik ini
berdasarkan pengalamannya lolos dari kamp konsentrasi Nazi pada masa Perang
Dunia II, di mana dia mengalami dan menyaksikan penyiksaan-penyiksaan di kamp
tersebut. Dia menyaksikan dua hal yang berbeda, yaitu para tahanan yang putus
asa dan para tahanan yang memiliki kesabaran luar biasa serta daya hidup yang
perkasa. Frankl menyebut hal ini sebagai kebebasan seseorang memberi makna pada
hidupnya. Logoterapi ini sangat erat kaitannya dengan SQ, yang bisa kita
kelompokkan berdasarkan situasi-situasi berikut ini:
a.
Ketika seseorang menemukan dirinya
(self-discovery). Sa’di (seorang penyair besar dari Iran) menggerutu
karena kehilangan sepasang sepatunya di sebuah masjid di Damaskus. Namun di
tengah kejengkelannya itu ia melihat bahwa ada seorang penceramah yang
berbicara dengan senyum gembira. Kemudian tampaklah olehnya bahwa penceramah
tersebut tidak memiliki sepasang kaki. Maka tiba-tiba ia disadarkan, bahwa
mengapa ia sedih kehilangan sepatunya sementara ada orang yang masih bisa
tersenyum walau kehilangan kedua kakinya.
b.
Makna muncul ketika seseorang menentukan
pilihan. Hidup menjadi tanpa makna ketika seseorang tak dapat
memilih. Sebagai contoh: seseorang yang mendapatkan tawaran kerja bagus, dengan
gaji besar dan kedudukan tinggi, namun ia harus pindah dari Yogyakarta menuju
Singapura. Di satu sisi ia mendapatkan kelimpahan materi namun di sisi lainnya
ia kehilangan waktu untuk berkumpul dengan anak-anak dan istrinya. Dia
menginginkan pekerjaan itu namun sekaligus punya waktu untuk keluarganya.
Hingga akhirnya dia putuskan untuk mundur dari pekerjaan itu dan memilih
memiliki waktu luang bersama keluarganya. Pada saat itulah ia merasakan kembali
makna hidupnya.
c.
Ketika seseorang merasa istimewa,
unik dan tak tergantikan. Misalnya: seorang rakyat jelata
tiba-tiba dikunjungi oleh presiden langsung di rumahnya. Ia merasakan suatu
makna yang luar biasa dalam kehidupannya dan tak akan tergantikan oleh apapun.
Demikian juga ketika kita menemukan seseorang yang mampu mendengarkan kita
dengan penuh perhatian, dengan begitu hidup kita menjadi bermakna.
d.
Ketika kita dihadapkan pada sikap
bertanggung jawab. Seperti contoh di atas, seorang bendahara yang diserahi
pengelolaan uang tunai dalam jumlah sangat besar dan berhasil menolak
keinginannya sendiri untuk memakai sebagian uang itu untuk memuaskan
keinginannya semata. Pada saat itu si bendahara mengalami makna yang luar biasa
dalam hidupnya.
e.
Ketika kita mengalami situasi
transendensi (pengalaman yang membawa kita ke luar dunia fisik, ke luar suka
dan duka kita, ke luar dari diri kita sekarang). Transendensi adalah pengalaman
spiritual yang memberi makna pada kehidupan kita.
4. Psikologi Gestalt
Psikologi Gestalt berasal dari
bahasa Jerman yang berarti menggambarkan konfigurasi atau bentuk yang utuh.
Suatu gestalt dapat berupa objek yang berbeda dari jumlah
bagian-bagiannya. Semua penjelasan tentang bagian-bagian objek akan
mengakibatkan hilangnya gestalt itu sendiri. Sebagai contoh, ketika
melihat sebuah persegi panjang maka hal ini dapat dipahami dan dijelaskan sebagai
persegi panjang berdasarkan keutuhannya atau keseluruhannya dan identitas ini
tidak bisa dijelaskan sebagai empat garis yang saling tegak lurus dan
berhubungan.
Sejalan dengan itu, gestalt
menunjukkan premis dasar sistem psikologi yang mengonseptualisasi berbagai
peristiwa psikologis sebagai fenomena yang terorganisasi, utuh dan logis.
Pandangan ini menjelaskan integritas psikologis aktivitas manusia yang jelas.
Menurut para gestaltis, pada waktu itu psikologi menjadi kehilangan
identitas jika dianalisis menjadi komponen-komponen atau bagian-bagian yang
telah ada sebelumnya.
Psikologi gestalt adalah
gerakan jerman yang secara langsung menantang psikologi strukturalisme Wundt.
Para gestaltis mewarisi tradisi psikologi aksi dari Brentano, Stumpf dan akademi
Wurzburg di jerman, yang berupaya mengembangkan alternatif bagi model psikologi
yang diajukan oleh model ilmu pengetahuan alam reduksionistik dan analitik dari
Wundt.
Gerakan gestalt lebih konsisten
dengan tema utama dalam filsafat jerman yakni aktivitas mental dari pada sistem
Wundt. Psikologi gestalt didasari oleh pemikiran Kant tentang teori nativistik
yang mengatakan bahwa organisasi aktivitas mental membuat individu berinteraksi
dengan lingkungannya melalui cara-cara yang khas. Sehingga tujuan psikologi
gestalt adalah menyelidiki organisasi aktivitas mental dan mengetahui secara
tepat karakteristik interaksi manusia-lingkungan.
Hingga pada tahun 1930, gerakan
gestalt telah berhasil menggantikan model wunditian dalam psikologi Jerman.
Namun, keberhasilan gerakan tersebut tidak berlangsung lama kerena munculnya
hitlerisme. Sehingga para pemimpin gerakan tersebut hijrah ke Amerika. Psikologi
gestalt diawali dan dikembangakan melalui tulisan-tulisan tiga tokoh penting,
yaitu Max Wertheimer, Wolfgang Kohler dan Kurt Koffka. Ketiganya
dididik dalam atmosfer intelektual yang menggairahkan pada awal abad 20 di
Jerman, dan ketiganya melarikan diri dari kejaran nazi dan bermigrasi ke
Amerika.Tetapi di Amerika psikologi gestalt tidak memperoleh dominasi seperti
di Jerman. Hal ini dikarenakan psikologi Amerika telah berkembang melalui
periode fungsionalisme dan pada tahun 1930-an didominasi oleh behaviorisme.
Oleh karena itu, kerangka psikologi gestalt tidak sejalan dengan
perkembangan-perkembangan di Amerika.
5. Psikologi Transpersonal
Kata transpersonal berasal dari kata
trans yang berarti melampaui dan persona berarti topeng. Secara etimologis,
transpersonal berarti melampaui gambaran manusia yang kelihatan. Dengan kata
lain, transpersonal berarti melampaui macam-macam topeng yang digunakan
manusia. Menurut John Davis, psikologi transpersonal bisa diartikan sebagai
ilmu yang menghubungkan psikologi dengan spiritualitas. Psikologi transpersonal
merupakan salah satu bidang psikologi yang mengintegrasikan konsep, teori dan
metode psikologi dengan kekayaan-kekayaan spiritual dari bermacam-macam budaya
dan agama. Konsep inti dari psikologi transpersonal adalah nondualitas
(nonduality), suatu pengetahuan bahwa tiap-tiap bagian (misal: tiap-tiap
manusia) adalah bagian dari keseluruhan alam semesta. Penyatuan kosmis dimana
segala-galanya dipandang sebagai satu kesatuan.
Perintisan psikologi transpersonal
diawali dengan penelitian-penelitian tentang psikologi kesehatan pada tahun
1960-an yang dilakukan oleh Abraham Maslow (Kaszaniak,2002).
Perkembangan psikologi transpersonal lebih pesat lagi setelah terbitnya Journal
of Transpersonal Psychology pada tahun 1969 dimasa disiplin ilmu psikologi
mulai mengarahkan perhatian pada dimensi spiritual manusia. Penelitian mengenai
gejala-gejala ruhaniah seperti peak experience, pengalaman mistis, exctasy,
keadaran ruhaniah, pengalaman transpersonal, aktualisasi dan pengalaman
transpersonal mulai dikembangkan. Aliran psikologi yang memfokuskan diri pada
kajian-kajian transpersonal menamakan dirinya aliran psikologi transpersonal
dan memproklamirkan diri sebagai aliran ke empat setelah psikoanalisis,
behaviourisme dan humanistic. Psikologi transpersonal memfokuskan diri pada
bentuk-bentuk kesadaran manusia, khususnya taraf kesadaran ASCs (Altered States
of Consciosness). Sejak 1969, ketika Journal of Transpersonal Psychology terbit
untuk pertamakalinya, psikology mulai mengarahkan perhatiannya pada dimensi
spiritual manusia. Penelitian yang dilakukan untuk memahami gejala-gejala
ruhaniah seperti peak experience, pengalaman mistis, ekstasi, kesadaran kosmis,
aktualisasi transpersonal pengalaman spiritual dan kecerdasan spiritual
(Zohar,2000).
Aliran psikologi Transpersonal ini
dikembangkan oleh tokoh psikologi humanistic antara lain : Abraham Maslow,
Antony Sutich, dan Charles Tart. Sehingga boleh dikatakan bahwa aliran ini
merupakan perkembangan dari aliran humanistic. Sebuah definisi kekemukakan oleh
Shapiro yang merupakan gabungan dari pendapat tentang psikologi transpersonal :
psikologi transpersonal mengkaji tentang poitensi tertinggi yang dimiliki
manusia, dan melakukan penggalian, pemahaman, perwujudan dari kesatuan,
spiritualitas, serta kesadaran transendensi.
Menurut Maslow pengalaman keagamaan
meliputi peak experience, plateu, dan farthes reaches of human nature. Oleh
karena itu psikologi belum sempurna sebelum memfokuskan kembali dalam pandangan
spiritual dan transpersonal. Maslow menulis (dalam Zohar, 2000). “I should say
also that I consider Humanistic, Third Force psychology, to be trantitional, a
preparation for still higher Fourth Psychology, a transpersonal, transhuman
centered in the cosmos rather than in human needs and interest, going beyond
humanness, identity, self actualization, and the like”.
Psikologi transpersonal lebih
menitikberatkan pada aspek-aspek spiritual atau transcendental diri manusia.
Hal inilah yang membedakan konsep manusia antara psikologi humanistic dengan
psikologi transpersonal. McWaters (dalam Nusjirwan, 2001) membuat sebuah
diagram yang berbentuk lingkaran dimana setiap lingkaran mewakili satu tingkat
berfungsinya menusia dan tingkat kesadaran diri manusia. Tiap tingkat dari
bagian diatas menunjukan tingkat fungsi dan tingkat kesadaran manusia.
Lingkaran 1,2 dan 3 yang berturut-turut mewakili aspek fisikal, aspek emosional
dan aspek intelektual dari kekuatan batin individu. Lingkaran 4 menggambarkan
pengintegrasian dari lingkaran 1, 2 dan 3 yang memungkinkan individu berfungsi
secara harminis pada tingkat pribadi. Keempat lingkaran ini termasuk dalam kawasan
personal manusia.
Tingkatan berikutnya termasuk dalam
kategori wilayah transpersonal manusia. Lingkaran 5 mewakili aspek intuisi.
Pada aspek ini mulai samara-samar menyadari bahwa ia bisa mempersepsi tanpa
perantara panca indra (extra sensory perception). Lingkaran 6 mewakili aspek
energi psikis (kekuatan bathiniah) di mana individu secara jelas menghayati
dirinya sebagai telah mentransedir/melewati kesadaran sensoris dan pada saat
yang sama menyadari pengintegrasian dirinya dengan medan-medan energi yang
lebih besar. Fenomena-fenomena para psikologi dapat dialami pada tingkat
kesadaran ini. Lingkaran 7 mewakili bentuk penghayatan paling tinggi-penyatuan
mistis atau pencerahan, dimana diri seseorang mentransendir dualintas dan
menyatu dengan segala yang ada. Melewati ke tujuh tingkat yang disebutkan itu,
dikatakan lagi tingkat pengembangan potensial dimana semua tingkat dihayati
secara simultan.
Konsep dari McWater ini dapat
menjelaskan bagaimana seseorang mencapai kualitas diri melalui metode tafakur.
Ketika seseorang berada pada fase pertama dalam bertafakur berarti dia berada
pada dunia fisik yaitu pengetahuan yang didapat dari fungsi indera. Sebuah
kejadian akan dipresepsi secara empiris yang langsung melalui pendengaran,
penglihatan atau alat indera lainnya, atau secara tidak langsung seperti pada
fenomena imajinasi, pengetahuan rasional yang abstrak, yang sebagaian
pengetahuan ini tidak ada hubungannya dengan emosi. Jika seseorang memperdalam
cara melihat dan mengamati sisi-sisi keindahan, kekuatan, dan keistimewaan
lainnya yang dimiliki sesuatu, berarti ia telah berpindah dari pengetahuan yang
indrawi menuju rasa kekaguman ( tadlawuk) dimana pada tahap ini adalah tahap
bergejolaknya perasaan, disini kita melihat bahwa tahap ini sesuai dengan tahap
kedua dari McWater yaitu emosional. Pada tahap selanjutnya, dengan bertafakur
aktiitas kognitif seseorang muali delibtkan, disinilah tafakur sangat berperan
dalam proses pengintegrasian ketiga komponen tadi yaitu fisik, dmosi dan
intelektual.
Kemudian jika hasil pengintegrasian
seseorang ini ditransendensikan kepada Allah maka kualitas seseorang tadi akan
meningkat dari personal menuju transpersonal. Badri (1989) mencontohkan
seseorang yang sudah pada tahap transpersonal ini “perasaan kagum manusia
terhadap keindahan dan keagungan penciptaan serta perasaan kecil dan hina di
tengah malam, yang ia saksikan merupakan fitrah yang sudah diberikan Allah
kepada manusia untuk dapat melihat semua yang ada di langit dan di bumi
sehingga ia dapat menemukan sang pencipta, merasakan khusuk terhada-Nya, dan
dapat menyembah-Nya. Baik karena takut atau karena cinta”. Dari ungkapan
tersebut dapat dita lihat bahwa seseorang yang mengakui bahwa keindahan itu
adalah ciptaan Allah maka berarti dia sudah memasuki dunia transpersonal.
6. Psikologi Positif
Psikologi yang berkembang dewasa ini
dapat disebut sebagai psikologi negatif, karena berkutat pada sisi-negatif
manusia. Psikologi, karena itu, paling banter hanya menawarkan terapi atas
masalah-masalah kejiwaan. Padahal, manusia tidak hanya ingin terbebas dari
problem, tetapi juga mendambakan kebahagiaan. Adakah psikologi jenis lain yang
menjawab harapan ini? Martin Seligman, seorang psikolog pakar studi
optimisme, memelopori revolusi dalam bidang psikologi melalui gerakan Psikologi
Positif. Berlawanan dengan psikologi negatif, sains baru ini mengarahkan
perhatiannya pada sisi-positif manusia, mengembangkan potensi-potensi kekuatan
dan kebajikan sehingga membuahkan kebahagiaan yang autentik dan berkelanjutan.
Dalam buku revolusioner yang ditulis
dengan gaya populer ini, Seligman memperkenalkan prinsip-prinsip dasar
Psikologi Positif, ciri-ciri kebahagiaan yang autentik, dan faktor-faktor
pendukungnya. Dengan metode-metode praktis yang dirumuskannya, Anda dapat
memanfatkan temuan-temuan terbaru dari sains kebahagiaan untuk mengukur dan
mengembangkan kebahagiaan dalam hidup Anda.
Psikologi positif adalah
cabang baru psikologi yang bertujuan diringkas pada tahun 2000 oleh Martin
Seligman dan Mihaly Csikszentmihalyi “Kami percaya bahwa psikologi
positif akan muncul fungsi manusia yang mencapai pemahaman ilmiah dan efektif
untuk membangun berkembang dalam individu, keluarga, dan masyarakat. Psikologi
positif mencari” untuk mencari dan membina jenius dan bakat “, dan” untuk
membuat kehidupan normal lebih memuaskan “, tidak hanya untuk mengobati
penyakit mental. Pendekatan ini telah menciptakan banyak menarik di sekitar
subjek, dan pada tahun 2006 studi di Universitas Harvard yang berjudul
“Psikologi Positif” menjadi kursus semester yang paling populer semester.
Beberapa Psikolog Humanistik,
seperti Abraham Maslow, Carl Rogers, dan Erick Fromm mengembangnak teori dan
praktek yang melibatkan kebahagiaan manusia. Baru-baru ini teori yang
dikembangkan oleh para psikolog humanistik ini telah menemukan dukungan empiris
dari studi oleh para psikolog positif, meskipun penelitian ini telah banyak
dikritik. Teori ini lebih berfokus pada kepuasan dengan sumber filosofismenya
keagamaan dan psikologi humanistic.
Psikologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang jiwa dan perilaku manusia dalam kehidupan sehari-hari. Dan
selama ini yang kita ketahui, bidang psikologi selalu menghadapi hal-hal yang
berhubungan dengan jiwa seseorang, misalnya penyebab orang mengalami gangguan
jiwa, mengapa orang bisa mengalami stress, dan lain-lain. Yang selalu
berhubungan dengan sisi negatif seseorang. Tetapi selami ini kita mengenal yang
nama nya psikologi positif, yaitu lebih menekankan apa yang benar/baik pada
seseorang, dibandingkan apa yang salah/buruk. Sebelumnya, psikologi biasanya
selalu menekankan apa yang salah pada manusia, seperti soalan stress, depresi,
kegelisahan dan lain lain. Itulah sebabnya, ada aliran baru dalam dunia
psikologi, dan menyebutnya sebagai psikologi positif. Menurut Seligman, “Psikologi
bukan hanya studi tentang kelemahan dan kerusakan; psikologi juga adalah studi
tentang kekuatan dan kebajikan. Pengobatan bukan hanya
memperbaiki yang rusak; pengobatan juga berarti mengembangkan apa yang terbaik
yang ada dalam diri kita.” Misi Seligman ialah mengubah paradigma
psikologi, dari psikologi patogenis yang hanya berkutat pada kekurangan manusia
ke psikologi positif, yang berfokus pada kelebihan manusia.
Berfokus terhadap penanganan
berbagai masalah bukanlah hal baru dalam dunia psikologi. Sejak dulu, manusia
selalu dipandang sebagai makhluk yang bermasalah. Sejak awal mula munculnya
aliran psikologi (mashab behaviorisme), manusia dipandang sebagai suatu mekanik
yang penuh dengan banyak masalah. Mashab ini kemudian melihat masalah yang ada
pada manusia, belum lagi dengan mashab psikoanalisis yang melihat kenangan masa
lalu sebagai penyebab penderitaan yang ada saat ini. Apapun itu, psikologi yang
berkembang selama bertahun-tahun lamanya lebih memedulikan kekurangan ketimbang
kelebihan yang ada pada manusia. Itulah sebabnya psikologi yang berkutat pada
masalah sering disebut sebagai psikologi negatif.
Psikologi positif berhubungan dengan
penggalian emosi positif, seperti bahagia, kebaikan, humor, cinta, optimis,
baik hati, dan sebagainya. Sebelumnya, psikologi lebih banyak membahas hal-hal
patologis dan gangguan-gangguan jiwa juga emosi negatif, seperti marah, benci,
jijik, cemburu dan sebagainya. Dalam Richard S. Lazarus, disebutkan bahwa emosi
positif biasanya diabaikan atau tidak ditekankan, hal ini tidak jelas kenapa
demikian. Kemungkinan besar hal ini karena emosi negatif jauh lebih tampak dan
memiliki pengaruh yang kuat pada adaptasi dan rasa nyaman yang subyektif
dibanding melakukan emosi positif. Contohnya, pada saat kita marah, maka ada
rasa nyaman yang terlampiaskan, rasa superior, dan sebagainya. Ada suatu
penelitian mengatakan bahwa marah adalah emosi yang dipelajari, sehingga dia
akan cenderung untuk mengulangi hal yang dirasa nyaman. Psikologi positif tidak
bermaksud mengganti atau menghilangkan penderitaan, kelemahan atau gangguan
(jiwa), tapi lebih kepada menambah khasanah atau memperkaya, serta untuk
memahami secara ilmiah tentang pengalaman manusia.
Jadi intinya saat ini kita sudah
mengenal yang nama nya psikologi positif, ada baiknya kita merubah diri kita
sedikit demi sedikit. Sebisa mungkin kita lebih mengeluarkan emosi positif kita
dibandingkan emosi negatif kita. Maka hasilnya pun akan positif.
7. Psikologi Lintas Budaya (Cross
Culture Psychology)
Kata budaya sangat umum dipergunakan
dalam bahasa sehari-hari. Paling sering budaya dikaitkan dengan pengertian ras,
bangsa atau etnis. Kata budaya juga kadang dikaitkan dengan seni, musik,
tradisi-ritual, atau peninggalan-peninggalan masa lalu. Sebagai sebuah entitas
teoritis dan konseptual, budaya membantu memahami bagaimana kita berperilaku
tertentu dan menjelaskan perbedaan sekelompok orang. Sebagai sebuah konsep
abstrak, lebih dari sekedar label, budaya memiliki kehidupan sendiri, ia terus
berubah dan tumbuh, akibat dari pertemuan-pertemuan dengan budaya lain,
perubahan kondisi lingkungan, dan sosiodemografis. Budaya adalah produk yang
dipedomani oleh individu-individu yang tersatukan dalam sebuah kelompok. Budaya
menjadi pengikat dan diinternalisasi individu-individu yang menjadi anggota suatu
kelompok, baik disadari maupun tidak disadari. Pada awal perkembangannya, ilmu
psikologi tidak menaruh perhatian terhadap budaya. Baru sesudah tahun 50-an
budaya memperoleh perhatian. Namun baru pada tahun 70-an ke atas budaya
benar-benar memperoleh perhatian. Pada saat ini diyakini bahwa budaya memainkan
peranan penting dalam aspek psikologis manusia. Oleh karena itu pengembangan
ilmu psikologi yang mengabaikan faktor budaya dipertanyakan kebermaknaannya.
Triandis (2002) misalnya, menegaskan bahwa psikologi sosial hanya dapat
bermakna apabila dilakukan lintas budaya. Hal tersebut juga berlaku bagi
cabang-cabang ilmu psikologi lainnya.
Sebenarnya bagaimana hubungan antara
psikologi dan budaya? Secara sederhana Triandis (1994) membuat kerangka
sederhana bagaimana hubungan antara budaya dan perilaku sosial, Ekologi –
budaya – sosialisasi – kepribadian – perilaku. Sementara itu Berry, Segall,
Dasen, & Poortinga (1999) mengembangkan sebuah kerangka untuk memahami
bagaimana sebuah perilaku dan keadaan psikologis terbentuk dalam keadaan yang
berbeda-beda antar budaya. Kondisi ekologi yang terdiri dari lingkungan fisik,
kondisi geografis, iklim, serta flora dan fauna, bersama-sama dengan kondisi
lingkungan sosial-politik dan adaptasi biologis dan adaptasi kultural merupakan
dasar bagi terbentuknya perilaku dan karakter psikologis. Ketiga hal tersebut
kemudian akan melahirkan pengaruh ekologi, genetika, transmisi budaya dan
pembelajaran budaya, yang bersama-sama akan melahirkan suatu perilaku dan
karakter psikologis tertentu.
Pada umumnya penelitian psikologi
lintas budaya dilakukan lintas negara atau lintas etnis. Artinya sebuah negara
atau sebuah etnis diperlakukan sebagai satu kelompok budaya. Dari sisi praktis,
hal itu sangat berguna. Meskipun hal tersebut juga menimbulkan persoalan,
apakah sebuah negara bisa diperlakukan sebagai satu kelompok budaya bila
didalamnya ada ratusan etnik seperti halnya indonesia? Dalam posisi seperti
itu, penggunaan bahasa nasional yakni bahasa indonesia menjadi dasar untuk
menggolongkan seluruh orang indonesia ke dalam satu kelompok budaya. Pada
akhirnya tidak ada kategori kaku yang bisa digunakan untuk melakukan
pengelompokan budaya. Apakah batas-batas budaya itu ditandai dengan ras, etnis,
bahasa, atau wilayah geografis, semuanya bisa tumpang tindih satu sama lain
atau malah kurang relevan.
Sebuah definisi mengenai budaya
dalam konteks psikologi lintas budaya diperlukan guna pemahaman yang sama
mengenai apa yang dimaksud budaya dalam psikologi lintas budaya. Culture as the
set of attitudes, values, belifs, and behaviors shared by a group of people,
but different for each individual, communicated from one generation to the next
(Matsumoto, 1996). Definisi Matsumoto dapat diterima karena definisi ini
memenuhi semua perdebatan sebelumnya; budaya sebagai gagasan, baik yang muncul
sebagai perilaku maupun ide seperti nilai dan keyakinan, sekaligus sebagai
material, budaya sebagai produk (masif) maupun sesuatu (things) yang hidup
(aktif dan menjadi panduan bagi individu anggota kelompok. Selain itu, definisi
tersebut menggambarkan bahwa budaya adalah suatu konstruk sosial sekaligus
konstruk individu.
Psikologi lintas budaya adalah
cabang psikologi yang (terutama) menaruh perhatian pada pengujian berbagai
kemungkinan batas-batas pengetahuan dengan mempelajari orang-orang dari
berbagai budaya yang berbeda. Dalam arti sempit, penelitian lintas budaya
secara sederhana hanya berarti dilibatkannya partisipasian dari latar belakang
kultural yang berbeda dan pengujian terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya
perbedaan antara para partisipan tersebut.
Dalam arti luas, psikologi lintas
budaya terkait dengan pemahaman atas apakah kebenaran dan prinsip-prinsip
psikologis bersifat universal (berlaku bagi semua orang di semua budaya)
ataukah khas budaya (culture spscific, berlaku bagi orang-orang tertentu di
budaya-budaya tertentu) (Matsumoto, 2004).
Menurut Seggal, Dasen, dan Poortinga
(1990) psikologi lintas budaya adalah kajian ilmiah mengenai perilaku manusia
dan penyebarannya, sekaligus memperhitungkan cara perilaku itu dibentuk, dan
dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan budaya. Pengertian ini
mengarahkan perhatian pada dua hal pokok, yaitu keragaman perilaku manusia di
dunia, dan kaitan antara perilaku individu dengan konteks budaya, tempat perilaku
terjadi. Terdapat beberapa definisi lain (menekankan beberapa kompleksitas),
antara lain:
a.
Menurut Triandis, Malpass, dan
Davidson (1972) psikologi lintas budaya mencakup kajian suatu pokok persoalan
yang bersumber dari dua budaya atau lebih, dengan menggunakan metode pengukuran
yang ekuivalen, untuk menentukan batas-batas yang dapat menjadi pijakan teori
psikologi umum dan jenis modifikasi teori yang diperlukan agar menjadi
universal.
b.
Menurut Brislin, Lonner, dan
Thorndike, 1973) menyatakan bahwa psikologi lintas budaya ialah kajian empirik
mengenai anggota berbagai kelompok budaya yang telah memiliki perbedaan
pengalaman, yang dapat membawa ke arah perbedaan perilaku yang dapat diramalkan
dan signifikan.
c.
Triandis (1980) mengungkapkan bahwa
psikologi lintas budaya berkutat dengan kajian sistematik mengenai perilaku dan
pengalaman sebagaimana pengalaman itu terjadi dalam budaya yang berbeda, yang
dipengaruhi budaya atau mengakibatkan perubahan-perubahan dalam budaya yang
bersangkutan.
Setiap definisi dari masing-masing
ahli di atas, menitikberatkan ciri tertentu, seperti misalnya pertama, gagasan
kunci yang ditonjolkan ialah cara mengenali hubungan sebab-akibat antara budaya
dan perilaku. Kedua, berpusat pada peluang rampat (generalizabiliti) dari pengetahuan
psikologi yang dianut. Ketiga lebih menitikberatkan pengenalan berbagai jenis
pengalaman budaya. Kempat, mengedepankan persoalan perubahan budaya dan
hubungannya dengan perilaku individual. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli
di atas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa psikologi lintas budaya adalah
psikologi yang memperhatikan faktor-faktor budaya, dalam teori, metode dan
aplikasinya.
D. Ruang Lingkup Psikologi
1.
Bidang Ekperimental Fisiologi
Adalah bagian ilmu psikologi yang lebih berfokus pada
fungsi-fungsi fisiologis terhadap pembentukan prilaku, sehingga muncul teori
Neuropsikologi. Fokus utamanya adalah interrelasi dari proses biologis tubuh
dengan prilaku, seperti pengaruh hormon seksual terhadap prilaku agresifitas
yang berhubungan dengan fungsi otak.
Ciri-ciri penelitian ekperimental fisiologi:
a.
Menekankan fungsi pengontrolan dan
pengkondisian prilaku yang diinginkan oleh ekseprimentator. Objek penelitian
adalah kondisi fisiologis hewan sebagai bahan pembanding.
b.
Melibatkan gejala-gejala fisik
manusia seperti melihat tingkat kecemasan seseorang dengan melihat ciri-ciri
klinisnya, seperti telapak tangan berkeringat dan gemetar.
c.
Menekankan fungsi neorobiologi untuk
memehami fungsi otak dan sistem saraf dalam kegiatan prilaku seseorang.
2.
Bidang Pendidikan atau Psikologis
Sekolah
Adalah pendidikan yang lebih menekankan penelitian
kegiatan pendidikan manusia secara umum seperti rekrutmen kepada pendidik,
meneliti metode mengajar, kurikulum, metode evaluasi pengajaran, membimbing
guru, dan para ahli psikologi sekolah.
3. Bidang
klinis dan penyuluhan
Bidang psikologiklinis lebih menekankan dalam
perawatan dan penyembuhan gangguan psikologis yang tergolong berat. Bidang
klinis berkaitan dengan aspek-aspek medical psikologi, seperti neurotik,
szikophrenia, waham, dan sebagainya. Sementara itu, untuk psikologi penyuluhan
lebih menekankan pada usaha penyelesaian masalah-masalah psikologis yang ringan
seperti konseling pranikah remaja.
4. Bidang
psikologi industri dan organisasi
Psikologi industri dan organisasi dapat bekerja dalam
perusahaan atau sebagai konsultan disejumlah organisasi perusahaan
5. Bidang
psikologi sosial dan lingkungan
Psikologi sosial adalah bagian dari psikologi yang
membidangi aktifitas-aktifitas kemasyarakatan secara umum. Tugas-tugas psikolog
sosial adalah melakukan penelitian kasus-kasus sosial. Sementara psikologi
lingkungan adalah bidang psikologi yang menangani lingkungan hidup dan
lingkungan kerja.
6. Bidang
psikologi perkembangan
Adalah bidang psikologi yang mempelajari proses
perkembangan biopsikologi manusia mulai masa bayi hingga masa lansia. Fokus
utama dari kegiatan psikologi perkembangan adalah memahami pembentukan dan
perubahan prilaku sesuai fase perkembangan dengan menggunakan metode penelitian
longitudinal dan cross-sectional.
7. Bidang
psikologi kepribadian dan psikopatologi
Bidang ilmu psikologi kepribadian mencakup kegiatan,
struktur kepribadian manusia sebagai kesatuan karakteristik, keunikan dan
tipologi kepribadian untuk tujuan teoritis atau praktis.
Sementara, psikopatologi adalah ilmu psikologi yang
menyelidiki dinamika prilaku abnormal, seperti histeria, paranoid, psikopat,
antisosial, delusi, dan sebagainya.
8. Bidang
psikometri dan psikologi komunikasi
Bidang psikometri adalah mencakup konstruksi dan
pengukuran terhadap alat-alat pengukuran psikologi, seperti: TIKI, SPM, IST.
Adapun bidabg psikologi komunitas adalah bidang psikologi yang menyelidiki
masalah-masalah sosial dan membantu individu agar bisa beradaptasi dalam
lingkungan sosial (The Community Mental Health Movement
Teori dan
Konsep Prilaku
A.
Pengertian
Prilaku
Perilaku adalah suatu kegiatan &
aktifitas organisme yang bersangkutan, baik aktifitas yang dapat diamati atau
yang tidak dapat diamati oleh orang lain.
Manusia berperilaku atau beraktifitas karena adanya
kebutuhan untuk mencapai suatu tujuan / goal. Dengan adanya kebutuhan akan
muncul motivasi atau
penggerak. Sehingga individu itu akan beraktifitas
untuk mencapai tujuan & mengalami kepuasan. Pada umumnya, perilaku dapat
ditinjau secara sosial yaitu :
pengaruh hubungan antara organisasi dengan
lingkungannya.
B.
Proses
Pembentukan Perilaku Menurut Para Ahli
1. SKINNER
(1983)
Menurut Skinner, perilaku adalah respons atau reaksi
seseorang terhadap stimulus. Teori Skinner disebut teori S-O-R
(stimulus-organisme-respos).
Ada 2 jenis respons menurut teori S-O-R :
a.
Respondent respon : respon yang
ditimbulkan oleh stimulus tertentu & menimbulkan respons yang relatif
tetap.
b.
Operant respon : respons yang timbul
& berkembang kemudian diikuti oleh stimuli yang lain.
Berdasarkan teori S-O-R, perilaku manusia dibagi 2
kelompok:
a.
Perilaku tertutup, yaitu perilaku
yang tidak dapat diamati oleh orang lain. Contoh : perasaan, persepsi,
perhatian.
b.
Perilaku terbuka, yaitu perilaku
yang dapat diamati oleh orang lain berupa tindakan atau praktek.
2. BENYAMIN
BLOOM (1908)
Menurutnya ada 3 tingkat ranah perilaku :
Pengetahuan (knowledge) Pengetahuan
adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek
melalui indera yang dimiliki.
Sikap (attitude)
Sikap
adalah respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang
sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan.
Tindakan atau praktek
Praktek terpimpin adalah melakukan
sesuatu tetapi masih menggunakan panduan. Sedangkan praktek secara mekanisme
adalah melakukan sesuatu hal secara otomatis.
Adapapun adopsi adalah tindakan tidak hanya rutinitas
tetapi sudah dilakukan modifikasi perilaku yang berkualitas.
C.
PERUBAHAN
PERILAKU
Teknik dasar
perubahan perilaku terdiri dari :
a. PERILAKU
Yaitu adanya pengaruh hubungan
antara organisasi dengan lingkungannya terhadap perilaku intrapsikis &
biologis. Intrapsikis adalah proses-proses dan dinamika
mental atau psikologis yang mendasari perilaku. Biologis
adalah proses-proses dan dinamika saraf faali (neural fisiologis) yang ada
dibalik suatu perilaku.
b. SEL-SEL
TUBUH
Yaitu tubuh dibekali dengan sel-sel
yang berfungsi sebagai penerima rangsang (reseptor), penerus rangsang
(adjustor) & sel-sel penanggap rangsang (affector).
Dengan berfungsinya ketiga jenis sel-sel tubuh ini,
organisasi dapat menerima rangsang (bunyi) dan menanggapinya secara tepat
(berbunyi).
c. SISTEM SARAF
terbagi menjadi dua :
1. Sistem saraf pusat
Terdiri dari sel-sel saraf otak
& sum-sum tulang belakang. Sistem safat ini berfungsi mengkoordinasi
perilaku-perilaku yang kompleks dikoordinasi oleh otak
dan yang sederhana (seperti reflek) oleh sum-sum
tulang belakang.
2. Sistem saraf tepi (perifer)
Sistem saraf ini terdapat dalam semua
organ lain dalam tubuh manusia. Tugas utamanya adalah menyalurkan
rangsangan-rangsangan yang diterima baik dari dalam
maupun dari luar tubuh ke sistem saraf pusat.
Faktor-faktor
Personal yang Mempengaruhi Perilaku Manusia
1. Faktor Biologis
Yaitu adanya perilaku tertentu yang
merupakan bawaan manusia dan bukan pengaruh lingkungan atau sitausi. Misalnya
bercumbu, memberi makan, merawat anak dan
perilaku agresif. Selain itu, adanya motif biologis
yang mendorong perilaku manusia juga menjadi faktor biologis yang mempengaruhi
prilaku manusia. Sebagai
contoh misalnya kebutuhan akan makan, minum,
istirahat, seksual dan kebutuhan memelihara kelangsungan hidup dengan
menghindari sakit dan bahaya.
2. Faktor Sosiopsikologis
Komponen afektif yaitu aspek
emosional dari faktor sosiopikologis. Komponen kognitif yaitu aspek intelektual
yang berkaitan dengan apa yang diketahui
manusia.Komponen konatif yaitu aspek vilisional yang
berhubungan dengan kebiasaan & kemauan bertindak.
Komponen
Afektif Terdiri dari Sosiogenis, Sikap & Emosi
1.
Motif Sosiogenis (Motif Sekunder)
Menurut David McClelland motif
sosiogenis terdiri dari kebutuhan berprestasi, kebutuhan akan kasih sayang dan
kebutuhan berkuasa. Sedangkan menurut W.I
Thomas dan Florian Znanieecki motif sosiogenis terdiri
dari keinginan memperoleh pengalaman baru, keinginan untuk mendapat respon,
keinginan akan pengakuan
dan keingnan akan rasa aman.
Sikap
Sikap adalah Kecenderungan
bertindak, berpersepsi, berfikir dan merasa dalam menghadapi ide, objek, situasi
atau nilai. Sikap mempunyai daya pendorong atau
motivasi. Sikap relatif lebih menetap. Sikap
mengandung aspek evaluatif dan Sikap timbul dari pengalaman.
Emosi
Menunjukkan kegoncangan organisme
disertai gejala kesadaran,keperilakuan & proses fisiologis. Fungsi emosi
adalah untuk pembangkit energi, pembawa informasi
intrapersonal, pembawa pesan dalam komunikasi
interpersonal dan sumber informasi tentang keberhasilan kita.
Lamanya emosi :
Lamanya emosi bisa berlangsung
singkat dan bisa berlangsung lama. Mood lah yang mempengaruhi persepsi pada
stimuli yang merangsang alat indera.
Intensitas emosi :
Intensitas emosi meliputi emosi
ringan dan kuat. Emosi ringan adalah meningkatkan perhatian pada situasi yang
dihadapi dan disertai perasaan tegang sedikit.
Emosi kuat adalah disertai rangsangan fisiologis yg
kuat, detak jantung, tekanan darah, pernafasan dan ardenalin. Semua itu terjadi
peningkatan.
2.
Komponen Kognitif
Konponen kognitif ini adalah
hubungannya dengan kepercayaan. Yaitu keyakinan bahwa sesuatu itu benar atau
salah atas dasar bukti, sugesti otoritas,
pengalaman atau intuisi (Hohler,et al,1978:48).
Kepercayaan memberikan perspektif dalam mempersepsikan kenyataan, memberikan
dasar bagi pengambilan keputusan
dan menentukan sikap terhadap objek sikap.
3.
Komponen Konasi
Kemauan
Dorongan, energi, tindakan yang
merupakan usaha seseorang untuk mencapai tujuan.
Kebiasaan. Adalah aspek perilaku manusia yg menetap,
berlangsung secara otomatis & tidak direncanakan. Merupakan reaksi khas yg
diulangi seseorang secara berkali-kali.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar