Rabu, 31 Agustus 2016

HIPERBILIRUBIN



LAPORAN
ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGI PADA BAYI NY.M DENGAN HIPERBILIRUBIN
DI RUANG ANYELIR RSUD RA.KARTINI JEPARA





Disusun oleh:
1.        Novi Septiana Sari         (140005)
2.        Sjahar Banu                   (140007)
3.        Sri Munarsih                  (140008)


AKADEMI KEBIDANAN DUTA DHARMA
T. A 2015/2016


HALAMAN PERSETUJUAN

Laporan makalah Asuhan Kebidanan Patologi Pada Bayi Ny. M dengan HiperbilirubinDi Ruang Anyelir RSUDRA Kartini Jepara, telah di setujui untuk diseminarkan. Berdasarkan hasil bimbingan oleh dosen sejak tanggal 7 juni 2016.




Pembimbing Lahan



Ni Luh Made Wardani
NIK.197008031998032008   
Disetujui :
Pada tanggal      Juni 2016

Pembimbing Akademik



Farida Nur Khayati, S, SiT
NIK.19870505201011249



HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Makalah Asuhan Kebidanan Patologi Pada Bayi Ny. M dengan HiperbilirubinDi Ruang Anyelir RSUDRA Kartini Jepara.  Telah diseminarkan dan di sahkan pada tanggal        Juni 2016.




Pembimbing Lahan



Ni Luh Made Wardani
NIK.197008031998032008   
Disahkan :
Pada tanggal      Juni 2016

Pembimbing Akademik



Farida Nur Khayati, S, ST
NIK. 19870505201011249


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan “Asuhan Kebidanan Patologi Pada Bayi Ny. M dengan Hiperbilirubin Di Ruang AnyelirRSUDRA.Kartini Jepara” tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun guna memenuhi ujian praktek atau seminar patologi di rumah sakit. Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada:
1.        Sumami, SKM, M.Kes selaku Direktur Akbid Duta Dharma.
2.        Farida N.K, S.SiT selaku pembimbing Akademik.
3.        Ni Luh Made Wardani selaku Pembimbing Lahan
4.        Orang tua kami yang telah membantu secara moril maupun materi.
Beserta teman-teman yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu. Semoga laporan asuhan kebidanan patologi ini bermanfaat dalam pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu bagi pembacanya.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini jauh dari kata sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasa, ataupun penulisan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, khususnya dari pembimbing guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik di masa yang akan datang.


Jepara,   Juni 2016


Penulis



DAFTAR ISI
Halaman Judul  ...........................................................................................          i
Halaman Persetujuan....................................................................................          ii
Halaman Pengesahan...................................................................................          iii
Kata Pengantar ...........................................................................................          iv
Daftar Isi                                                                                                                v
BABI         PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang ................................................................          1
B.           Rumusan Masalah............................................................          2
C.           Tujuan..............................................................................          2
D.           Manfaat............................................................................          2
BAB II       TINJAUAN TEORI
A.           Definisi Hiperbilirubin.....................................................          4
B.           Metabolisme Bilirubin......................................................          4
C.           Tanda dan Gejala Hiperbilirubin......................................          7
D.           Klasifikasi hiperbilirubin..................................................          8
E.            Etiologi Dan Faktor Resiko.............................................          10
F.            Faktor Resiko Terjadinya Hiperbilirubin.........................          12
G.           Manifestasi Klinis............................................................          12
H.           Komplikasi.......................................................................          13
I.              Patofisiologi.....................................................................          13
J.              Pemeriksaan Penunjang...................................................          15
K.           Penatalaksanaan ..............................................................          16
BABIII      TINJAUAN KASUS................................................................          20
BAB   IV   PENATALAKSANAAN PRASAT........................................          29
BAB  V      PEMBAHASAN......................................................................          30
BAB  VI    PENUTUP................................................................................          31
A.           Kesimpulan .....................................................................          31
B.           Saran................................................................................          31
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................          32


BAB I
PENDAHULUAN

A.           Latar Belakang Masalah
Tingkat kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu indicator di suatu Negara. Angka kematian Maternal dan Neonatal masih tinggi, salah satu faktor penting dalam upaya penurunan angka tersebut dengan memberikan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang berkualitas kepada masyarakat yang belum terlaksana (Prawirohardjo, 2005).
Angka kematian bayi di negara-negara ASEAN seperti Singapura 3/1000 per kelahiran hidup, Malaysia 5,5/1000 per kelahiran hidup, Thailand 17/1000 per kelahiran hidup, Vietnam 18/1000 per kelahiran hidup, dan Philipina 26/1000 per kelahiran hidup. Sedangkan angka kematian bayi di Indonesia cukup tinggi yakni 26,9/2000 per kelahiran hidup (Depkes, 2007).
Dalam upaya mewujudkan visi “Indonesia Sehat 2010”, maka salah satu tolak ukur adalah menurunnya angka mortalitas dan morbiditas neonatus, dengan proyeksi pada tahun 2005 AKB dapat turun menjadi 18 per 1000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab mortalitas pada bayi baru lahir adalah ensefalopati biliaris (lebih dikenal sebagai kernikterus). Ensefalopati biliaris merupakan komplikasi ikterus neonatorum yang paling berat. Selain memiliki angka mortalitas yang tinggi, juga dapat menyebabkan gejala sisa berupa cerebral palsy, tuli nada tinggi, paralysis dan displasia dental yang sangat mempengaruhi kualitas hidup (Depkes, 2007).
Angka kejadian bayi hiperbilirubin berbeda di satu tempat ke tempat lainnya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan dalam faktor penyebab dan penatalaksanaan. Angka kejadian hiperbilirubin pada bayi sangat bervariasi. Di RSUD RA KARTINI Jepara tahun 2016 bulan April , persentase hiperbilirubin pada bayi cukup bulan sebesar 32,1% dan pada bayi kurang bulan sebesar 42,95% ( Rekapitulasi Ruang Anyelir Bulan April dan Mei 2016 ).
A.           Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut:
1.             Apakah yang dimaksud dengan hiperbilirubin ?
2.             Apakah yang menjadi penyebab terjadinya hiperbilirubin ?
3.             Bagaimana manifestasi klinis penyakit hiperbilirubin?
4.             Bagaimana komplikasi yang terjadi pada penyakit hiperbilirubini?
5.             Bagaimana patofisiologi terjadinya penyakit hiperbilirubin, ?
6.             Apa saja pemeriksaan penunjang pada penyakit hiperbilirubin?
7.             Bagaimana diagnosis dan penatalaksanaan pada penyakit hiperbilirubin?
8.             Bagaimana proses asuhan kebidanan pada penyakit hiperbilirubin?
B.            Tujuan
Tujuan umum:
1.             Untuk menambah pengetahuan mengenai asuhan kebidanan yang diberikan pada bayi patologi dengan hiperbilirubin.
2.             Guna memahami asuhan yang dapatdiberikan pada bayi patologi dengan hiperbilirubin.
3.             Mengetahui cara menganalisa data pada bayi hiperbillirubin.
4.             Untuk mengetahui diagnose potensial bayi dengan hiperbilirubin.
5.             Untuk mengetahui kebutuhan segera yang di hunakan untuk penanganan bayi dengan hiperbilirubin.
Tujuan khusus
1.             Melakukan pengkajian bayi Ny.M hiperbilirubin.
2.             Menetapkan diagnose pada Bayi Ny. M
3.             Mengetahui kebutuhan yang memerlukan tindakan segera setelah ditetapkannya diagnose.
4.             Mengidentifikasi masalah potensial yang terjadi.
5.             Melakukan Perencanaan Asuhan kepada bayi Ny.M
6.             Melaksanakan Asuhan menyeluruh.
7.             Mengevaluasi dari asuhan yang diberikan.
C.           Manfaat
1.             Bagi Instansi
Sebagai penambah referensi terkait pemberian asuhan kebidanan bayi patologi dengan hiperbilirubin, serta perbedaan implementasi kasus berdasarkan teori atau praktek.
2.             Bagi Institusi
Sebagai bahan referensi untuk menambah pengetahuan dan wawasan di institusi.
3.             Bagi Penulis
Penulis dapat menerapkan konsep, teori, dan ilmu yang telah diperoleh dalam melaksanakan asuhan kebidanan kepada klien.


BAB II
TINJAUAN TEORI
A.           Definisi Hiperbilirubin
Hiperbilirubinemia adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari normal. (Suriadi dan Rita, 2001). Hiperbilirubinemia merupakan suatu kondisi bayi baru lahir dengan kadar bilirubin serum total lebih dari 10mg% pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus, yang dikenal dengan ikterus neonatorum patologis. Hiperbilirubinemia yang merupakan suatu keadaan meningkatnya kadar bilirubin didalam jaringan ekstravaskular, sehingga konjungtiva, kulit, dan mukosa akan berwarna kuning. (Aziz, 2002)
Hiperbilirubinemia adalah akumulasi berlebihan dari bilirubin di dalam darah. (Wong, 2003). Hiperbilirubinemia adalah peningkatan kadar bilirubin serum yang dihubungkan dengan hemolisis sel darah merah dari bilirubin yang tidak terkonjugasi dari usus kecil, yang ditandai dengan jaundice pada kulit, sclera mukosa, dan urine. (Mitayani, 2012).

B.            Metabolisme Bilirubin
Bilirubin indirek larut dalam lemak dan bila sawar otak terbuka, bilirubin akan masuk kedalam otak dan terjadilah kernikterus. yang memudahkan terjadinya hal tersebut ialah imaturitas, asfiksia/hipoksia, trauma lahir, BBLR (kurang dari 2500 gram), infeksi, hipoglikemia, hiperkarbia.didalam hepar bilirubin akan diikat oleh enzim glucuronil transverse menjadi bilirubin direk yang larut dalam air, kemudian diekskresi kesistem empedu, selanjutnya masuk kedalam usus dan menjadi sterkobilin. sebagian di serap kembali dan keluar melalui urin sebagai urobilinogen (Wong, 2005 ).
Pada BBL bilirubin direk dapat di ubah menjadi bilirubin indirek didalam usus karena disini terdapat beta-glukoronidase yang berperan penting terhadap perubahan tersebut. bilirubin indirek ini diserap kembali oleh usus selanjutnya masuk kembali ke hati (inilah siklus enterohepatik) ( Wong, 2005 ).
Metabolisme bilirubin terdiri dari empat tahap :
1.             Produksi.
Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat pemecahan haemoglobin (menjadi globin dan hem) pada sistem retikulo endoteal (RES). Hem dipecah oleh hemeoksigenase menjadi bilverdin, dan oleh bilirubin reduktase diubah menjdai bilirubin. Merupakan bilirubin indirek / tidak terkonjugasi.
2.             Transportasi.
Bilirubin indirek kemudian ditransportasikan dalam aliran darah hepatik. Bilirubin diikat oleh protein pada plasma (albumin), selanjutnya secara selektif dan efektif bilirubin diambil oleh sel parenkim hepar atau protein intraseluler (ligandin sitoplasma atau protein Y) pada membran dan ditransfer menuju hepatosit.
3.             Konjugasi.
Bilirubin indirek dalam hepar diubah atau dikonjugasikan oleh enzim Uridin Difosfoglukoronal Acid (UDPGA) atau glukoronil transferase menjadi bilirubin direk atau terkonjugasi yang bersifat polar dan larut dalam air.
4.             Ekskresi.
Bilirubin direk yang terbentuk, secara cepat diekskresikan ke sistem empedu melalui membran kanalikuler. Selanjutnya dari sistem empedu dikskresikan melalui saluran empedu ke sistem pencernaan (usus) dan diaktifkan dan diabsorpsi oleh bakteri / flora normal pada usus menjadi urobilinogen. Ada sebagian kecil bilirubin direk yang tidak diabsorpsi melainkan dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan direabsorpsi melalui sirkulasi enterohepatik.
Keadaan Hiperbilirubin di pengaruhi oleh :
1.             Faktor produksi yang berlebihan melampaui pengeluaran nya terdapat pada hemolisis yang meningkat seperti pada ketidakcocokan golongandarah (Rh, ABO antagonis,defisiensi G-6-PD dan sebagai nya).
2.             Gangguan dalam uptake dan konjugasi hepar di sebabkan imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi (mengubah) bilirubin, gangguan fungsi hepar akibat asidosis,hipoksia, dan infeksi atau tidak terdapat enzim glukuronil transferase (G-6-PD).
3.             Gangguan tranportasi bilirubin dalam darah terikat oleh albumin kemudian di angkut oleh hepar. Ikatan ini dapat di pengaruhi oleh obat seperti salisilat dan lain-lain. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat pada otak (terjadi krenikterus).
4.             Gangguan dalam ekskresi akibat sumbatan dalam hepar atau di luar hepar. Akibat kelainan bawaan atau infeksi, atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
C.           Gejala Dan Tanda Klinis
Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala:
1.             Dehidrasi
Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntah-muntah)
2.             Pucat
Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular.
3.             Trauma lahir.
Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan tertutup lainnya.
4.             Pletorik (penumpukan darah)
Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong tali pusat.
5.             Letargik dan gejala sepsis lainnya.
6.             Petekiae (bintik merah di kulit)
Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau eritroblastosis
7.             Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal)
Sering berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati
8.             Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)
9.             Omfalitis (peradangan umbilikus)
10.         Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)
11.         Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus)
12.         Feses dempul disertai urin warna coklat.
Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnya konsultasikan ke bagian hepatologi.
D.           Klasifikasi Hiperbilirubin.
Klasifikasi menurut Kliegman (Nelson, 2007).
1.             Hiperbilirubinemia Fisiologis
a.             Kriteria
Tidak terjadi pada hari pertama kehidupan (muncul setelah 24 jam) Peningkatan bilirubin total tidak lebih dari 5 mg % perhari. Pada cukup bulan mencapai puncak pada 72 jam. Serum bilirubin 6 – 8 mg %. Pada hari ke-5 akan turun sampai 3 mg %. Selama 3 hari kadar bilirubin 2 – 3 mg %. Turun perlahan sampai dengan normal pada umur 11 -12 hari. Pada BBLR/prematur bilirubin mencapai puncak pada 120 jam serum bilirubin 10 mg % (10-15 %) dan menurun setelah 2 minggu.
2.             Hiperbilirubinemia Patologis / Non Fisiologis
a.             Kriteria
Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan, serum bilirubin total meningkat lebih dari 5 mg % perhari. Pada bayi cukup bulan serum bilirubin total lebih dari 12 mg %, pada bayi prematur > 15 mg %. Bilirubin conjugated > 1,5 – 2 mg %. Ikterus berlangsung > 1 minggu pada bayi cukup bulan dan 2 minggu pada bayi prematur.
E.            Etiologi Dan Faktor Resiko

Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
1.    Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
2.   Gangguan pengambilan (uptake) dan transportasi bilirubin dalam hati.
3.   Gangguan konjugasi bilirubin.
4.   Penyakit Hemolitik, yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah merah.Disebut juga ikterus hemolitik. Hemolisis dapat pula timbul karena adanya perdarahan tertutup.
a.             Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan, misalnya Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obatan tertentu.
b.             Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan sel darah merah seperti : infeksi toxoplasma, Siphilis.Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor:Produksi yang berlebihan. Hal ini melebihi kemampuannya bayi untuk mengeluarkannya, misal pada hemolisis yang meningkat pada inkompabilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi enzim G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
c.             Gangguan proses “uptake” dan konjugasi hepar : Gangguan ini dapat disebabkan oleh immturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom Criggler-Najjar) penyebab lain atau defisiensi protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.
d.            Gangguan transportasi : Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, dan sulfaforazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapat bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
e.             Gangguan dalam ekskresi : Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi/kerusakan hepar oleh penyebab lain.


F.            Faktor resiko terjadinya hiperbilirubin antara lain:
1.             Faktor Maternal
a.             Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)
b.             Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
c.             Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.
2.             Faktor Perinatal
a.             Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)
b.             Infeksi (bakteri, virus, protozoa)
3.             Faktor Neonatus
a.             Prematuritas
b.             Faktor genetic
c.             Polisitemia
d.            Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
e.             Rendahnya asupan ASI
f.              Hipoglikemia
g.             Hipoalbuminemia

G.           Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir(neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6mg/dl(Mansjoer at al, 2007). Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin indirek pada kulit mempunyai kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau jingga. Sedangkan ikterus obstruksi(bilirubin direk) memperlihatkan warna kuning-kehijauan atau kuning kotor. Perbedaan ini hanya dapat ditemukan pada ikterus yang berat (Nelson, 2007).
Gambaran klinis ikterus fisiologis:
1.             Tampak pada hari 3,4
2.             Bayi tampak sehat(normal)
3.             Kadar bilirubin total <12mg span="">
4.             Menghilang paling lambat 10-14 hari
5.             Tak ada faktor resiko
Sebab: proses fisiologis(berlangsung dalam kondisi fisiologis)(Sarwono 1994)
Gambaran klinik ikterus patologis:
1.             Timbul pada umur <36 jam="" span="">
2.             Cepat berkembang
3.             Bisa disertai anemia
4.             Menghilang lebih dari 2 minggu
5.             Ada faktor resiko
6.             Dasar: proses patologis (Sarwono et al, 1994)
Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :
1.             Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
2.             Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis).

H.           Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan penyakit ini yaitu terjadi kern ikterus yaitu keruskan otak akibat perlangketan bilirubin indirek pada otak. Pada kern ikterus gejala klinik pada permulaan tidak jelas antara lain : bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu (involuntary movements), kejang tonus otot meninggi, leher kaku, dan akhirnya opistotonus. Selain itu dapat juga terjadi Infeksi/sepsis, peritonitis, pneumonia (Nelson, 2007).
I.              Patofisiologi
Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar(85-90%) terjadi dari penguraian hemoglobin dan sebagian kecil(10-15%) dari senyawa lain seperti mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan hemoglobin yang telah dibebaskan dari sel darah merah. Sel-sel ini kemudian mengeluarkan besi dari heme sebagai cadangan untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme untuk menghasilkan tertapirol bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang tidak larut dalam air(bilirubin tak terkonjugasi, indirek). Karena ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma terikat ke albumin untuk diangkut dalam medium air. Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh dan melewati lobulus hati ,hepatosit melepas bilirubin dari albumin dan menyebabkan larutnya air dengan mengikat bilirubin ke asam glukoronat(bilirubin terkonjugasi, direk)(Sacher,2004).
Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut masuk ke sistem empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus ,bilirubin diuraikan oleh bakteri kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat diubah menjadi sterkobilin dan diekskresikan sebagai feses. Sebagian urobilinogen direabsorsi dari usus melalui jalur enterohepatik, dan darah porta membawanya kembali ke hati. Urobilinogen daur ulang ini umumnya diekskresikan ke dalam empedu untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi sebagian dibawa oleh sirkulasi sistemik ke ginjal, tempat zat ini diekskresikan sebagai senyawa larut air bersama urin(Sacher, 2004).
Pada dewasa normal level serum bilirubin <1mg akan="" bila="" bilirubin="" dewasa="" dl.="" ikterus="" muncul="" pada="" serum="">2mg/dl dan pada bayi yang baru lahir akan muncul ikterus bila kadarnya >7mg/dl(Cloherty et al, 2008).Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang melebihi kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh kegagalan hati(karena rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan dalam jumlah normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi hati juga akan menyebabkan hiperbilirubinemiaPada semua keadaan ini, bilirubin tertimbun di dalam darah dan jika konsentrasinya mencapai nilai tertentu(sekitar 2-2,5mg/dl), senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian menjadi kuning. Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice(Murray et al,2009).


J.             Pemeriksaan Penunjang
1.             Pemeriksaan bilirubin serum
a.             Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis.
b.             Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis.
2.             Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma.
3.             Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra hepatic.
4.             Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.
5.             Peritoneoskopi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.
6.             Laparatomi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.


K.           Penatalaksanaan
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
1.             Menghilangkan Anemia
2.             Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3.             Meningkatkan Badan Serum Albumin
4.             Menurunkan Serum Bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, TransfusiPengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat (Nelson, 2007).
1.             Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengantranfusi pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus padacahaya dengan intensitas yang tinggi ( a bound of fluorencent light bulbsorbulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit.
Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresiBiliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsijaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomeryangdisebut Fotobilirubin.
Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darahmelalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan denganAlbumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dandiekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proseskonjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch, 1984). Hasil Fotodegradasi terbentukketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadarBilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisisdapat menyebabkan Anemia. Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram  harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
a.             Kriteria alat
1)             Menggunakan panjang gelombang 425-475 nm.
2)             Intensitas cahaya yang biasa digunakan adalah 6-12 mwatt/cm2 per nm.Cahaya diberikan pada jarak 35-50 cm di atas bayi.
3)             Jumlah bola lampu yang digunakan berkisar antara 6-8 buah, terdiri dari biru (F20T12), cahaya biru khusus (F20T12/BB) atau daylight fluorescent tubes .
b.             Prosedur Pemberian Fototerapi.
Persiapan Unit Terapi sinar
1)             Hangatkan ruangan tempat unit terapi sinar ditempatkan, bila perlu, sehingga suhu di bawah lampu antara 38 0C sampai 30 0C.
2)             Nyalakan mesin dan pastikan semua tabung fluoresens berfungsi dengan baik.
3)             Ganti tabung/lampu fluoresens yang telah rusak atau berkelip-kelip (flickering):
4)             Catat tanggal penggantian tabung dan lama penggunaan tabung tersebut.
5)             Ganti tabung setelah 2000 jam penggunaan atau setelah 3 bulan, walaupun tabung masih bisa berfungsi.
6)             Gunakan linen putih pada basinet atau inkubator, dan tempatkan tirai putih di sekitar daerah unit terapi sinar ditempatkan untuk memantulkan cahaya sebanyak mungkin kepada bayi
2.             Tranfusi Pengganti
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
a.             Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
b.             Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
c.             Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
d.            Tes Coombs Positif
e.             Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
f.              Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
g.             Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
h.             Bayi dengan Hidrops saat lahir.
i.               Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
a.             Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan)
terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
b.             Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
c.             Menghilangkan Serum Bilirubin
d.            Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatandengan Bilirubin
Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera(kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidakmengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.
3.             Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektifbaik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggusebelum melahirkan.
Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadipertentangan karena efek sampingnya (letargi).Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urinesehingga menurunkan siklus Enterohepatika.





BAB III
TINJAUAN KASUS

No. Register
00449546
Tanggal
1 Juni  2016
Tempat
Ruang Anyelir
Jam
12.45 WIB




I.     PENGKAJIAN

A.        IDENTITAS BAYI
Nama  : By Ny.M
Umur  : 7 Hari
Jenis Kelamin : Laki - Laki

B.      IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB

AYAH

IBU
Nama
Tn, L
Nama
Ny. M
Umur
42 tahun
Umur
38 tahun
Agama
Islam
Agama
Islam
Pendidikan
SMP
Pendidikan
SMA
Pekerjaan
Wiraswasta
Pekerjaan
IRT
Status
Menikah
Status
Menikah
Suku Bangsa
Jawa, Indonesia
Suku Bangsa
Jawa, Indonesia
Alamat
Lebawu 20 / 04 Pecangaan, Jepara
Alamat
Lebawu 20 / 04 Pecangaan, Jepara



II.                DATA SUBYEKTIF
1.         Keluhan
Pasien melakukan persalinan diruang mawar RSUD RA. Kartini , dan pada hari ke 3 Ny. M mengatakan bayinya berwarna kekuningan pada bagian wajah dan leher lalu bayinya di pindah di ruang Anyelir untuk dirawat.
2.         Riwayat Kehamilan
Anak
Umur
J/K
BBL
PBL
UK
Jenis
Persalinan
Komlikasi
Persalinan
Penolong
Kelainan Bayi
ASI / Susu Formula
1
16 th
L
3000
gram
48
cm
9 bulan
Normal
-
Bidan
-
ASI
2
8 th
L
3200
gram
48
cm
9 bulan
Normal
-
Bidan
-
ASI
3
14
Bln
L
2100
gram
48
cm
9 bulan
Normal
-
Bidan
-
ASI
4
7
Hr
L
2900
gram
48
cm
8 bulan, 1 hari
Sectio
Caesaria
-
Dokter
-
ASI
          HPHT                           : 18 Agustus 2015
HPL                              : 25 Mei 2016
Umur kehamilan menurut klien                 : 8 bulan lebih 1 hari
ANC                             : 8 kali
Dimana                         : Bidan
Tablet Fe                       : 90 tablet
Imunisasi TT                 : 2 kali
          Kebiasaan ibu
Merokok                       : tidak
Jamu                              :tidak
Obat-obatan                  :tidak
Gerakan janin 1 kali  : 5 bulan

3.         Riwayat Persalinan :
Lahir                  : 25 Mei 2016                     Jam                  : 01.00 WIB
Jenis Persalinan : Sectio Caesaria                 Penolong         : Dokter
KK Pecah Jam   : 01.00 WIB                       Jumlah   amnion     : 500 cc
Warna                : Jernih

4.         Riwayat Kelahiran
BB / PB : 2900 gram / 48 cm
LK / LD / LILA : 30 cm/ 35 cm/ 12 cm
Apgar Skore       : 8,9,10

5.         Riwayat Kesehatan
Riwayat Penyakit Menular
Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit menular TBC, hepatitisataupun HIV/AIDS.
Riwayat Penyakit Menurun
Ibu mengatakan saat ini tidak memiliki penyakit menurun, DM (Diabetes Melitus), malaria.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu mengatakan keluarga tidak pernah menderita penyakit menular TBC, hepatitis ataupun HIV/AIDS, DM (Diabetes Melitus), malaria, maupun HIV/AIDS.
Riwayat Kembar dan Kecacatan
Ibu mengatakan tidak pernah memiliki riwayat kelahiran kembar.Dan tidak ada yang memiliki riwayat kecacatan.
DATA OBYEKTIF
1.         Pemeriksaan umum
Tanggal         : 1 Juni 2016
Jam                : 13.00 WIB
Keadaan umum        : Baik, menangis kuat, warna kulit kemerahan, aktif
TTV                         
N                         : 142 x/rmenit
S                          : 36, 50C
RR                       : 45 x/menit
2.         Pemeriksaan Fisik
Kepala               : Mesochepal, tidak ada caput sucsedanum, tidak ada cepal hematoma.
Muka                 : Warna kekuningan, tidak ada eritema
Ubun – ubun     : Sudah menutup, tidak ada kelainan.
Mata                  : Simetris, anemis, sclera tidak ikterik.
Telingga            : Simetris, ada serumen
Mulut                : Bibir lengkap, ada palatom, tidak ada kelainan rongga mulut, tidak ada labio palatokisis
Hidung              : Simetris, ada cuping hidung, tidak ada kelainan.
Leher                 : Ada pembesaran kelenjar thyroid, warna kekuningan.
Dada                 : Simetris, ada retraksi dinding dada.
Tali pusat           : Tidak ada perdarahan, tidak ada kelainan
Abdomen          : Tidak ada pembesaran hepar
Warna Kulit      : Pada bagian wajah dan leher warna kekuningan.
Ekstermitas       : Simetris, ada kuku, tidak ada kelainan.
Genetalia           : Testis sudah turun,  tidak ada kelainan.
Anus                  : Ada lubang anus, tidak ada kelainan.


3.         Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Bilirubin indirect : 18,57 mg% (normal 0,1 – 12,16 mg%)
Haemoglobin  : 8,3 gr% (normal 14 – 18 gr%)
Leukosit   : 8.920 mm³ (normal 4.000 – 10.000 mm³)
Trombosit : 581.000 mm³ (normal 150.000 – 400.000 mm³)

III.   INTERPRESTASI DATA DASAR
Diagnosa :
By.Ny. M umur 7 hari jenis kelamin laki – laki dengan hiperbilirubin

IV.   IDENTIFIKASI DIAGNOSA/MASALAH POTENSIAL
Kern Ikterus
V.      IDENTIFIKASI KEBUTUHAN YANG MEMERLUKAN TINDAKAN SEGERA
Foto terapy

VI.   PERENCANAAN ASUHAN MENYELURUH 
Tanggal : 1 Juni 2016                                                  Jam : 12. 50 WIB

1.         Beritahu ibu pemeriksaan dan tindakan yang akan di lakukan pada bayinya.
2.         Beri infuse Dexstrose 10 % dengan 20 tetes permenit
3.         Menutup mata bayi dan genitalia dengan menggunakan kassa
4.         Meletakkan bayi dibawah fototerapy
5.         Konseling ASI Eksklusif dan cara pemberian ASI



VII.PELAKSANAAN ASUHAN
Tanggal : 1 Juni 2016                                      Jam : 13.00 WIB

1.         Memberitahu ibu hasil pemeriksaan bahwa bayi mengalami hiperbilirubin dimana kondisi bilirubin bayi di atas normal yaitu 18,57 mg%
Normal bilirubin pada bayi : 0,1 – 12,16 mg%
2.         Memasang infuse Dexstrose 10 % dengan 20 tetes permenit.
3.         Melakukan penutupan mata dan genitalia bayi dengan menggunakan kassa untuk mencegah terjadi persepsi sensori penglihatan / gangguan pada retina pada masa perkembangan.
4.         Meletakkan bayi dibawah fototerapy 24 jam untuk menormalkan bilirubin bayi
5.         Memberi konseling kepada ibu tentang ASI Eksklusif harus di berikan selama 6 bulan tanpa tambahan makanan pendamping ASI, cara pemberian ASI di berikan 2 – 4 jam sekali untuk memenuhi nutrisi bayi.

VIII.                      EVALUASI
Tanggal : 1 Juni 2016                                                  Jam : 13.15 WIB

1.         Ibu telah mengetahui pemeriksaan dan tindakan yang akan di lakukan pada bayinya.
2.         Bayi telah diberi infuse Dexstrose 10 % dengan 20 tetes permenit
3.         Telah dilakukan penutupan mata dan genitalia bayi dengan menggunakan kassa
4.         Bayi telah di letakkan dibawah fototerapy 24 jam
5.         Telah dilakukan konseling ASI Eksklusif dan cara pemberian ASI.


BAB IV
PELAKSANAAN PRASAT
Tanggal
Data
Planning
Implementasi
Evaluasi
02/06/16
07.00 WIB
DS : ibu mengatakan bayinya masih kuning
DO:bayi terlihat kuning pada wajah dan leher
Bilirubin indirect : 18,3mg %
1.      Lanjutkan fototherapi
2.      Pantau tanda – tanda vital
3.      Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat dan tindak lanjut


1.        Melanjutkan fototherapi selama 24 jam dengan cara :
a.       Jelaskan maksud dan tujuan pada ibu.
b.      Cuci tangan.
c.       Memastikan ruangan dalam keadaan hangat.
d.      Menutup mata dan genetalia bayi dengan kassa dan kertas karbon.
e.       Membuka pakaian bayi.
f.       Menyalakan lampu foto terapi.
g.      Menutupi daerah sekitar lampu dengan kain putih untuk memantulkan cahaya sebanyak – banyaknya pada bayi
2.             Memantau tanda – tanda vital.
3.             Berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat dan tindakan lanjutan yaitu melepas OGT dan menganjurkan ibu untuk menyusui bayi.
1.      Bayi sedang dalam proses fototherapi
2.      Hasil TTV : N:130x/menit S:36,7°c RR:50x/menit
3.      Pemberian obat Ampicilin 150mg/8jam melalui syeringe pump jam. 09.00 WIB
Gentamicin 10mg/ 24jam jam.09.00WIB

OGT telah dilepas
Ibu belajar menyusui bayinya
Pukul :
14.30
WIB

1.    Lanjutkan fototherapi.
2.    Pantau tanda – tanda vital.
3.    Pemberian obat dan tindak lanjut.

1.         Melanjutkan fototherapi selama 24 jam
2.         Memantau tanda – tanda vital
3.         Pemberian obat dan Menganjurkan ibu untuk menyusui bayi
1.      Bayi sedang dalam proses fototherapi
2.      Hasil TTV : N:148x/menit S:36,7°c RR:50x/menit
3.      Pemberian obat Ampicilin 150mg/8jam melalui syeringe pump jam 17.00 WIB
4.      Bayi mulai belajar menyusu dan berhenti foto therapy saat menyusu selama ±20 menit
03/06/16
08.00 WIB
DS : ibu mengatakan bayinya tidak mau menyusu
DO : inspeksi: bayi tampak kekuningan di bagian wajah dan leher
bilirubin indirect : 15,8mg%
1.      Lanjutkan fototherapi
2.      Ajarkan ibu untuk menyusui
3.      Berikan terapi obat
1.      Melanjutkan fototherapi dan memastikan bayi mendapat sinar yang adekuat
2.      Mengajarkan ibu menyusui banyinya dan menganjurkan ibu untuk menyusui setiap 2 jam.
3.      Memberikan terapi obat Gentamicin 150mg/8jam melalui syeringe pump
Ampicilin 10mg/ 24jam
1.      Bayi masih diberi fototherapi
2.       Bayi menyusu  setiap 2 jam sekali dan berhenti foto terapi selama ±20 menit.
3.      Obat Ampicilin 150mg/8jam melalui syeringe pump jam 09.00 WIB
Gentamicin 10mg/ 24jam telah diberikan melalui injeksi intravena jam 09.00 WIB
Pukul :
15.00

4.      Pantau tanda – tanda vital
5.      Ajarkan ibu untuk menyusui
6.      Beri terapi obat
4.      Memantau tanda - tanda vital
5.      Mengajarkan ibu menyusui banyinya dan menganjurkan ibu untuk menyusui setiap 2 jam.
6.      Memberikan ampicilin
4.      Hasil TTV : N:148x/menit S:36,7°c RR:50x/menit
5.      Bayi belajar menyusu setiap 2 jam dan berhenti foto therapy ±20 menit
6.      Ampicilin 150mg/8 jam melalui syringe pump jam 17.00 WIB
04/06/16
07.00 WIB
DS : ibu mengatakan bayi kekuningan hanya bagian wajah
DO : bayi tampak kekuningan pada bagian wajah
Jumlah feses banyak
Bilirubin indirect :12.8mg%
1.      Lanjutkan fototherapi
2.      Pantau TTV
3.      Berikan therapy
1.      Melanjutkan program fototherapi
2.      Memantau TTV.
3.      Memberikan terapi obat Gentamicin 150mg/8jam melalui syeringe pump
Ampicilin 10mg/ 24jam
1.      Hasil fototherapi : kekuningan mulai hilang
Bilirubin indirect : 10, 57mg%
2.      Hasil TTV:
N : 145x/menit
S : 37°c
RR : 48x/menit
3.      Telah dilakukan pemberian obat Ampicilin 150mg/8jam melalui syeringe pump jam 13.00 WIB
Gentamicin 10mg/ 24jam melalui injeksi intravena jam 09.00 WIB
Pukul :
14.45

1.      Pantau tanda – tanda vital
2.      Ajarkan ibu untuk menyusui
1.      Memantau tanda – tanda vital
2.      Mengajarkan ibu menyusui banyinya dan menganjurkan ibu untuk menyusui setiap 2 jam.
1.      Hasil TTV:
a.       N : 145x/menit
b.      S : 37°c
c.       RR :48 x/menit.
2.      bayi sudah bisa menyusu dengan baik dan terlihat kenyang di tandai dengan bayi tidur pulas
06/06/16
DS :ibu mengatakan bayi tidak kuning lagi
DO : bayi tampak kemerahan
Bilirubin indirect : 7.3mg%
1.      Hentikan fototherapi
2.      Pantau TTV
3.      Konsultasi dengan dokter mengenai tindak lanjut

1.      Menghentikan fototherapi.
2.      Memantau TTV.
3.      Konsultasi dengan dokter mengenai tindakan lanjutan.
1.      Fototherapi telah dihentikan
2.      Hasil TTV :
a.       N : 138x/menit
b.      S : 36,8°c
c.       RR : 52x/menit
3.      Hasil konsultasi dengan dokter bayi Ny. M diperbolehkan pulang.



BAB V
PEMBAHASAN

Pada BAB IV ini kita akan membahas tentang hubungan antara teori dan praktek di lahan yang akan di paparkan dalam beberapa sub di bawah ini
1.      Terdapat perbedaan antara nilai normal bilirubin dalam teori dan prktek di lahan, di dalam teori nilai normal bilirubin indirect dibedakan antara bayi normal dan bayi pre matur yaitu bayi normal = <10mg bayi="" bilirubin="" dan="" di="" dibedakan="" indirect="<12,16" lahan="" mg="" namun="" nilai="" normal="" premature="<12mg%" span="" tidak="">
2.      Penatalaksanaan bayi dengan hiperbilirubin di teori dan di lahan sudah sama yaitu memberikan foto therapy dan infuse glukosa namun ada perbedaan antara syarat jarak lampu ke bayi di teori dan ysng dikerjakan di lahan. Di teori syarat jarak lampu ke bayi adalah 35 – 50 cm,namun di lahan jarak lampu ke bayi adalah 60 cm namun itu tidak mengurangi efektivitas pemberian foto therapy karena didukung oleh pemberian kain putih di sekitar lampu yang berguna untuk memantulkan cahaya secara maksimal ke bayi.


BAB VI
PENUTUP

A.           Kesimpulan
Hiperbilirubinemia adalah bayi dismatur lebih sering menderita hiperbilirubinemia dibanding bayi yang bertanya sesuai dengan masa kehamilan. Berat hati bayi dismatur kurang dibandingkan bayi biasa, mungkin disebabkan gangguan pertumbuhan hati.
Penyebabnya yaitu dari Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek (bilirubin bebas) yaitu bilirubin tidak larut dalam air, berikatan dengan albumin untuk transport dan komponen bebas larut dalam lemak serta bersifat toksik untuk otak karena bisa melewati sawar darah otak. Sedangkan Bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk (bilirubin terikat) yaitu bilirubin larut dalam air dan tidak toksik untuk otak. Manifestasi klinik dari hiperbilirubinemia adalah Letargi, Tonus otot meningkat, Leher kaku,Opistotonus, Muntah, anorexia, fatigue, warna urine gelap, warna tinja pucat.
                                       
B.            Saran
Kami selaku penulis berharap kepada pembaca khususnya kami sendiri agar dapat menambah pengetahuan dan keterampilan tentang asuhan keperawatan pada anak khususnya  dengan hiperbilirubinemia.




DAFTAR PUSTAKA


Betz, & Linda. (2009). Buku Saku Keperawatan Pediatri edisi 5. Ahli bahasa, Eny Meiliya
Editor  edisi bahasa Indonesia, Egi Komara Yudha. Jakarta : EGC
R Dwienda octa, & Liva maita, dkk. (2012). Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi/Balita dan Anak Prasekolah untuk Bidan ed 1. Yogyakarta : ECG
 Hidayat A Aziz Alimul. (2005). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika
Suryanah. (1996). Keperawatan Anak Untuk Siswa SPK. Jakarta : EGC
Ashwill & Droske. 1997. Nursing Care of Children. Philadelphia. WB Saunders Company.
Barnard & Hazinski. 1992. Nursing Care of Critically III Children. St. Louis, Mosby Year Book Inc.
Ilyas, Mulyati & Nurlina. 1995. Asuhan Keperawatan Perinatal. Jaakrta. EGC
Markum. 1991. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. FKUI
Nelson, Behrman. 1992. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. EGC
Sukadi. 2002. Ikterus Neonaturum Diktat Kuliah Perinatologi. Bandung, FKUP RSHS.
Wong, 2005. Clinical Manual of Pediatric Nursing. San Fransisco. Mosby

Tidak ada komentar:

Posting Komentar