LAPORAN
ASUHAN
KEBIDANAN PATOLOGI PADA BAYI NY.M DENGAN HIPERBILIRUBIN
DI RUANG ANYELIR RSUD RA.KARTINI JEPARA
Disusun
oleh:
1.
Novi Septiana Sari (140005)
2.
Sjahar Banu (140007)
3.
Sri Munarsih (140008)
AKADEMI
KEBIDANAN DUTA DHARMA
T.
A 2015/2016
HALAMAN
PERSETUJUAN
Laporan makalah Asuhan Kebidanan Patologi
Pada Bayi Ny. M dengan HiperbilirubinDi Ruang Anyelir RSUDRA Kartini Jepara, telah di
setujui untuk diseminarkan. Berdasarkan hasil bimbingan oleh dosen sejak
tanggal 7 juni 2016.
Pembimbing
Lahan
Ni Luh Made Wardani
NIK.197008031998032008
|
Disetujui
:
Pada
tanggal Juni 2016
Pembimbing
Akademik
Farida Nur Khayati, S, SiT
NIK.19870505201011249
|
HALAMAN
PENGESAHAN
Laporan Makalah Asuhan Kebidanan Patologi
Pada Bayi Ny. M dengan HiperbilirubinDi Ruang Anyelir RSUDRA Kartini Jepara. Telah diseminarkan dan di sahkan pada
tanggal Juni 2016.
Pembimbing
Lahan
Ni Luh Made Wardani
NIK.197008031998032008
|
Disahkan
:
Pada
tanggal Juni 2016
Pembimbing
Akademik
Farida Nur Khayati, S, ST
NIK.
19870505201011249
|
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan laporan “Asuhan Kebidanan Patologi Pada Bayi Ny. M dengan Hiperbilirubin
Di Ruang AnyelirRSUDRA.Kartini Jepara” tepat pada
waktunya.
Makalah ini disusun guna memenuhi ujian praktek atau seminar patologi di
rumah sakit. Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada:
1.
Sumami,
SKM, M.Kes selaku Direktur Akbid Duta Dharma.
2.
Farida
N.K, S.SiT selaku pembimbing Akademik.
3.
Ni Luh
Made Wardani selaku Pembimbing Lahan
4.
Orang
tua kami yang telah membantu secara moril maupun materi.
Beserta teman-teman yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu. Semoga
laporan asuhan kebidanan patologi ini bermanfaat dalam pengembangan wawasan dan
peningkatan ilmu bagi pembacanya.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini jauh dari kata sempurna,
baik dari segi penyusunan, bahasa, ataupun penulisan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, khususnya dari
pembimbing guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik
di masa yang akan datang.
Jepara, Juni
2016
Penulis
DAFTAR
ISI
Halaman
Judul ........................................................................................... i
Halaman
Persetujuan.................................................................................... ii
Halaman
Pengesahan................................................................................... iii
Kata
Pengantar ........................................................................................... iv
Daftar
Isi v
BABI
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang ................................................................ 1
B.
Rumusan Masalah............................................................ 2
C.
Tujuan.............................................................................. 2
D.
Manfaat............................................................................ 2
BAB
II TINJAUAN TEORI
A.
Definisi Hiperbilirubin..................................................... 4
B.
Metabolisme Bilirubin...................................................... 4
C.
Tanda dan Gejala Hiperbilirubin...................................... 7
D.
Klasifikasi hiperbilirubin.................................................. 8
E.
Etiologi Dan Faktor Resiko............................................. 10
F.
Faktor Resiko Terjadinya Hiperbilirubin......................... 12
G.
Manifestasi Klinis............................................................ 12
H.
Komplikasi....................................................................... 13
I.
Patofisiologi..................................................................... 13
J.
Pemeriksaan Penunjang................................................... 15
K.
Penatalaksanaan .............................................................. 16
BABIII TINJAUAN KASUS................................................................ 20
BAB IV PENATALAKSANAAN
PRASAT........................................ 29
BAB V PEMBAHASAN...................................................................... 30
BAB VI PENUTUP................................................................................ 31
A.
Kesimpulan ..................................................................... 31
B.
Saran................................................................................ 31
DAFTAR
PUSTAKA................................................................................. 32
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Tingkat
kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu indicator di suatu Negara. Angka
kematian Maternal dan Neonatal masih tinggi, salah satu faktor penting dalam
upaya penurunan angka tersebut dengan memberikan pelayanan kesehatan maternal
dan neonatal yang berkualitas kepada masyarakat yang belum terlaksana
(Prawirohardjo, 2005).
Angka
kematian bayi di negara-negara ASEAN seperti Singapura 3/1000 per kelahiran
hidup, Malaysia 5,5/1000 per kelahiran hidup, Thailand 17/1000 per kelahiran
hidup, Vietnam 18/1000 per kelahiran hidup, dan Philipina 26/1000 per kelahiran
hidup. Sedangkan angka kematian bayi di Indonesia cukup tinggi yakni 26,9/2000 per
kelahiran hidup (Depkes, 2007).
Dalam
upaya mewujudkan visi “Indonesia Sehat 2010”, maka salah satu tolak ukur adalah
menurunnya angka mortalitas dan morbiditas neonatus, dengan proyeksi pada tahun
2005 AKB dapat turun menjadi 18 per 1000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab
mortalitas pada bayi baru lahir adalah ensefalopati biliaris (lebih dikenal
sebagai kernikterus). Ensefalopati biliaris merupakan komplikasi ikterus
neonatorum yang paling berat. Selain memiliki angka mortalitas yang tinggi,
juga dapat menyebabkan gejala sisa berupa cerebral palsy, tuli nada tinggi,
paralysis dan displasia dental yang sangat mempengaruhi kualitas hidup (Depkes,
2007).
Angka
kejadian bayi hiperbilirubin berbeda di satu tempat ke tempat lainnya. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan dalam faktor penyebab dan penatalaksanaan. Angka
kejadian hiperbilirubin pada bayi sangat bervariasi. Di RSUD RA KARTINI Jepara
tahun 2016 bulan April , persentase hiperbilirubin pada bayi cukup bulan
sebesar 32,1% dan pada bayi kurang bulan sebesar 42,95% ( Rekapitulasi Ruang
Anyelir Bulan April dan Mei 2016 ).
A.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat
disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Apakah
yang dimaksud dengan hiperbilirubin ?
2.
Apakah
yang menjadi penyebab terjadinya hiperbilirubin ?
3.
Bagaimana
manifestasi klinis penyakit hiperbilirubin?
4.
Bagaimana
komplikasi yang terjadi pada penyakit hiperbilirubini?
5.
Bagaimana
patofisiologi terjadinya penyakit hiperbilirubin, ?
6.
Apa
saja pemeriksaan penunjang pada penyakit hiperbilirubin?
7.
Bagaimana
diagnosis dan penatalaksanaan pada penyakit hiperbilirubin?
8.
Bagaimana
proses asuhan kebidanan pada
penyakit hiperbilirubin?
B.
Tujuan
Tujuan umum:
1.
Untuk
menambah pengetahuan mengenai asuhan kebidanan yang diberikan pada bayi
patologi dengan hiperbilirubin.
2.
Guna
memahami asuhan yang dapatdiberikan pada bayi patologi dengan hiperbilirubin.
3.
Mengetahui
cara menganalisa data pada bayi hiperbillirubin.
4.
Untuk
mengetahui diagnose potensial bayi dengan hiperbilirubin.
5.
Untuk
mengetahui kebutuhan segera yang di hunakan untuk penanganan bayi dengan
hiperbilirubin.
Tujuan khusus
1.
Melakukan
pengkajian bayi Ny.M hiperbilirubin.
2.
Menetapkan
diagnose pada Bayi Ny. M
3.
Mengetahui
kebutuhan yang memerlukan tindakan segera setelah ditetapkannya diagnose.
4.
Mengidentifikasi
masalah potensial yang terjadi.
5.
Melakukan
Perencanaan Asuhan kepada bayi Ny.M
6.
Melaksanakan
Asuhan menyeluruh.
7.
Mengevaluasi
dari asuhan yang diberikan.
C.
Manfaat
1.
Bagi
Instansi
Sebagai penambah referensi terkait pemberian asuhan kebidanan bayi patologi
dengan hiperbilirubin, serta perbedaan implementasi kasus berdasarkan teori
atau praktek.
2.
Bagi
Institusi
Sebagai bahan referensi untuk menambah pengetahuan dan wawasan di
institusi.
3.
Bagi
Penulis
Penulis
dapat menerapkan konsep, teori, dan ilmu yang telah diperoleh dalam
melaksanakan asuhan kebidanan kepada klien.
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
A.
Definisi Hiperbilirubin
Hiperbilirubinemia adalah
meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari normal.
(Suriadi dan Rita, 2001). Hiperbilirubinemia merupakan
suatu kondisi bayi baru lahir dengan kadar bilirubin serum total lebih dari
10mg% pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus, yang dikenal dengan
ikterus neonatorum patologis. Hiperbilirubinemia
yang merupakan suatu keadaan meningkatnya kadar bilirubin didalam jaringan
ekstravaskular, sehingga konjungtiva, kulit, dan mukosa akan berwarna kuning.
(Aziz, 2002)
Hiperbilirubinemia adalah
akumulasi berlebihan dari bilirubin di dalam darah. (Wong, 2003). Hiperbilirubinemia adalah
peningkatan kadar bilirubin serum yang dihubungkan dengan hemolisis sel darah
merah dari bilirubin yang tidak terkonjugasi dari usus kecil, yang ditandai
dengan jaundice pada kulit, sclera mukosa, dan urine.
(Mitayani, 2012).
B.
Metabolisme
Bilirubin
Bilirubin
indirek larut dalam lemak dan bila sawar otak terbuka, bilirubin akan masuk
kedalam otak dan terjadilah kernikterus. yang memudahkan
terjadinya hal tersebut ialah imaturitas, asfiksia/hipoksia, trauma lahir, BBLR
(kurang dari 2500 gram), infeksi, hipoglikemia, hiperkarbia.didalam hepar
bilirubin akan diikat oleh enzim glucuronil transverse menjadi
bilirubin direk yang larut dalam air, kemudian diekskresi kesistem empedu,
selanjutnya masuk kedalam usus dan menjadi sterkobilin. sebagian di serap kembali
dan keluar melalui urin sebagai urobilinogen (Wong,
2005 ).
Pada
BBL bilirubin direk dapat di ubah menjadi bilirubin indirek didalam usus karena
disini terdapat beta-glukoronidase yang berperan penting terhadap perubahan
tersebut. bilirubin indirek ini diserap kembali oleh usus selanjutnya masuk
kembali ke hati (inilah siklus enterohepatik) ( Wong,
2005 ).
Metabolisme bilirubin
terdiri dari empat tahap :
1.
Produksi.
Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat pemecahan haemoglobin
(menjadi globin dan hem) pada sistem retikulo endoteal (RES). Hem dipecah oleh
hemeoksigenase menjadi bilverdin, dan oleh bilirubin reduktase diubah menjdai
bilirubin. Merupakan bilirubin indirek / tidak terkonjugasi.
2.
Transportasi.
Bilirubin indirek kemudian ditransportasikan dalam aliran darah hepatik.
Bilirubin diikat oleh protein pada plasma (albumin), selanjutnya secara
selektif dan efektif bilirubin diambil oleh sel parenkim hepar atau protein
intraseluler (ligandin sitoplasma atau protein Y) pada membran dan ditransfer
menuju hepatosit.
3.
Konjugasi.
Bilirubin indirek dalam hepar diubah atau dikonjugasikan oleh enzim
Uridin Difosfoglukoronal Acid (UDPGA) atau glukoronil transferase menjadi
bilirubin direk atau terkonjugasi yang bersifat polar dan larut dalam air.
4.
Ekskresi.
Bilirubin direk yang terbentuk, secara cepat diekskresikan ke sistem
empedu melalui membran kanalikuler. Selanjutnya dari sistem empedu dikskresikan
melalui saluran empedu ke sistem pencernaan (usus) dan diaktifkan dan
diabsorpsi oleh bakteri / flora normal pada usus menjadi urobilinogen. Ada
sebagian kecil bilirubin direk yang tidak diabsorpsi melainkan dihidrolisis
menjadi bilirubin indirek dan direabsorpsi melalui sirkulasi enterohepatik.
Keadaan Hiperbilirubin di pengaruhi oleh :
1.
Faktor
produksi yang berlebihan melampaui pengeluaran nya terdapat pada hemolisis yang
meningkat seperti pada ketidakcocokan golongandarah (Rh, ABO
antagonis,defisiensi G-6-PD dan sebagai nya).
2.
Gangguan
dalam uptake dan konjugasi hepar di sebabkan imaturitas hepar, kurangnya
substrat untuk konjugasi (mengubah) bilirubin, gangguan fungsi hepar akibat
asidosis,hipoksia, dan infeksi atau tidak terdapat enzim glukuronil transferase
(G-6-PD).
3.
Gangguan
tranportasi bilirubin dalam darah terikat oleh albumin kemudian di angkut oleh
hepar. Ikatan ini dapat di pengaruhi oleh obat seperti salisilat dan lain-lain.
Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak bilirubin indirek yang bebas dalam
darah yang mudah melekat pada otak (terjadi krenikterus).
4.
Gangguan
dalam ekskresi akibat sumbatan dalam hepar atau di luar hepar. Akibat kelainan
bawaan atau infeksi, atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
C.
Gejala
Dan Tanda Klinis
Gejala utamanya adalah kuning di
kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu dapat pula disertai dengan
gejala-gejala:
1.
Dehidrasi
Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntah-muntah)
Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntah-muntah)
2.
Pucat
Sering berkaitan dengan anemia
hemolitik (mis. Ketidakcocokan golongan darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD)
atau kehilangan darah ekstravaskular.
3.
Trauma lahir.
Bruising,
sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan tertutup lainnya.
4.
Pletorik (penumpukan darah)
Polisitemia,
yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong tali pusat.
5.
Letargik dan gejala sepsis lainnya.
6.
Petekiae (bintik merah di kulit)
Sering dikaitkan
dengan infeksi congenital, sepsis atau eritroblastosis
7.
Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil
dari normal)
Sering berkaitan
dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati
8.
Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan
limpa)
9.
Omfalitis (peradangan umbilikus)
10.
Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas
tiroid)
11.
Massa abdominal kanan (sering berkaitan
dengan duktus koledokus)
12.
Feses dempul disertai urin warna coklat.
Pikirkan ke arah
ikterus obstruktif, selanjutnya konsultasikan ke bagian hepatologi.
D.
Klasifikasi Hiperbilirubin.
Klasifikasi menurut Kliegman (Nelson, 2007).
1.
Hiperbilirubinemia Fisiologis
a.
Kriteria
Tidak terjadi pada hari pertama kehidupan (muncul setelah 24 jam) Peningkatan
bilirubin total tidak lebih dari 5 mg % perhari. Pada cukup bulan mencapai
puncak pada 72 jam. Serum bilirubin 6 – 8 mg %. Pada hari ke-5 akan turun
sampai 3 mg %. Selama 3 hari kadar bilirubin 2 – 3 mg %. Turun perlahan sampai
dengan normal pada umur 11 -12 hari. Pada BBLR/prematur bilirubin mencapai
puncak pada 120 jam serum bilirubin 10 mg % (10-15 %) dan menurun setelah 2
minggu.
2.
Hiperbilirubinemia Patologis / Non Fisiologis
a.
Kriteria
Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan, serum bilirubin total
meningkat lebih dari 5 mg % perhari. Pada bayi cukup bulan serum bilirubin
total lebih dari 12 mg %, pada bayi prematur > 15 mg %. Bilirubin conjugated
> 1,5 – 2 mg %. Ikterus berlangsung > 1 minggu pada bayi cukup bulan dan
2 minggu pada bayi prematur.
E.
Etiologi
Dan Faktor Resiko
Penyebab
ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan
oleh beberapa faktor yaitu :
1. Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
2. Gangguan pengambilan (uptake) dan transportasi bilirubin
dalam hati.
3. Gangguan
konjugasi bilirubin.
4. Penyakit Hemolitik, yaitu meningkatnya kecepatan
pemecahan sel darah merah.Disebut juga ikterus hemolitik. Hemolisis dapat pula
timbul karena adanya perdarahan tertutup.
a.
Gangguan
transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan, misalnya Hipoalbuminemia
atau karena pengaruh obat-obatan tertentu.
b.
Gangguan
fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang dapat
langsung merusak sel hati dan sel darah merah seperti : infeksi toxoplasma, Siphilis.Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat
berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor:Produksi
yang berlebihan. Hal ini
melebihi kemampuannya bayi untuk mengeluarkannya, misal pada hemolisis yang
meningkat pada inkompabilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi
enzim G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
c.
Gangguan
proses “uptake” dan konjugasi hepar : Gangguan ini dapat disebabkan oleh immturitas hepar,
kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat
asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil
transferase (sindrom Criggler-Najjar) penyebab lain atau defisiensi protein Y
dalam hepar yang berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.
d.
Gangguan
transportasi : Bilirubin
dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin
dengan albumin dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, dan
sulfaforazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapat bilirubin
indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
e.
Gangguan
dalam ekskresi : Gangguan
ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di
luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar
biasanya akibat infeksi/kerusakan hepar oleh penyebab lain.
F.
Faktor resiko terjadinya hiperbilirubin antara lain:
1.
Faktor
Maternal
a.
Ras
atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)
b.
Komplikasi
kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
c.
Penggunaan
infus oksitosin dalam larutan hipotonik.
2.
Faktor
Perinatal
a.
Trauma
lahir (sefalhematom, ekimosis)
b.
Infeksi
(bakteri, virus, protozoa)
3.
Faktor
Neonatus
a.
Prematuritas
b.
Faktor
genetic
c.
Polisitemia
d.
Obat
(streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
e.
Rendahnya
asupan ASI
f.
Hipoglikemia
g.
Hipoalbuminemia
G.
Manifestasi
Klinis
Bayi
baru lahir(neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira
6mg/dl(Mansjoer at al, 2007). Ikterus sebagai akibat
penimbunan bilirubin indirek pada kulit mempunyai kecenderungan menimbulkan
warna kuning muda atau jingga. Sedangkan ikterus obstruksi(bilirubin direk)
memperlihatkan warna kuning-kehijauan atau kuning kotor. Perbedaan ini hanya
dapat ditemukan pada ikterus yang berat (Nelson, 2007).
Gambaran
klinis ikterus fisiologis:
1.
Tampak
pada hari 3,4
2.
Bayi
tampak sehat(normal)
3.
Kadar
bilirubin total <12mg span="">12mg>
4.
Menghilang
paling lambat 10-14 hari
5.
Tak
ada faktor resiko
Sebab: proses
fisiologis(berlangsung dalam kondisi fisiologis)(Sarwono 1994)
Gambaran klinik ikterus
patologis:
1.
Timbul
pada umur <36 jam="" span="">36>
2.
Cepat
berkembang
3.
Bisa
disertai anemia
4.
Menghilang
lebih dari 2 minggu
5.
Ada
faktor resiko
6.
Dasar:
proses patologis (Sarwono et al, 1994)
Menurut Surasmi (2003)
gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :
1.
Gejala
akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada neonatus
adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
2.
Gejala
kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan
opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis
serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata
dan displasia dentalis).
H.
Komplikasi
Komplikasi
yang dapat ditimbulkan penyakit ini yaitu terjadi kern ikterus yaitu keruskan
otak akibat perlangketan bilirubin indirek pada otak. Pada kern ikterus gejala
klinik pada permulaan tidak jelas antara lain : bayi tidak mau menghisap,
letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu (involuntary movements),
kejang tonus otot meninggi, leher kaku, dan akhirnya opistotonus. Selain itu
dapat juga terjadi Infeksi/sepsis, peritonitis, pneumonia (Nelson, 2007).
I.
Patofisiologi
Bilirubin
adalah produk penguraian heme. Sebagian besar(85-90%) terjadi dari penguraian
hemoglobin dan sebagian kecil(10-15%) dari senyawa lain seperti mioglobin. Sel
retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan hemoglobin yang telah
dibebaskan dari sel darah merah. Sel-sel ini kemudian mengeluarkan besi dari
heme sebagai cadangan untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme
untuk menghasilkan tertapirol bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang
tidak larut dalam air(bilirubin tak terkonjugasi, indirek). Karena
ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma terikat ke albumin untuk diangkut
dalam medium air. Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh dan melewati lobulus hati
,hepatosit melepas bilirubin dari albumin dan menyebabkan larutnya air dengan
mengikat bilirubin ke asam glukoronat(bilirubin terkonjugasi,
direk)(Sacher,2004).
Dalam
bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut masuk ke sistem
empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus ,bilirubin diuraikan oleh
bakteri kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat diubah menjadi
sterkobilin dan diekskresikan sebagai feses. Sebagian urobilinogen direabsorsi
dari usus melalui jalur enterohepatik, dan darah porta membawanya kembali ke
hati. Urobilinogen daur ulang ini umumnya diekskresikan ke dalam empedu untuk
kembali dialirkan ke usus, tetapi sebagian dibawa oleh sirkulasi sistemik ke
ginjal, tempat zat ini diekskresikan sebagai senyawa larut air bersama
urin(Sacher, 2004).
Pada
dewasa normal level serum bilirubin <1mg akan="" bila="" bilirubin="" dewasa="" dl.="" ikterus="" muncul="" pada="" serum="">2mg/dl dan pada bayi yang baru lahir akan muncul
ikterus bila kadarnya >7mg/dl(Cloherty et al, 2008).Hiperbilirubinemia dapat
disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang melebihi kemampuan hati normal untuk
ekskresikannya atau disebabkan oleh kegagalan hati(karena rusak) untuk
mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan dalam jumlah normal. Tanpa adanya
kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi hati juga akan menyebabkan
hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini, bilirubin tertimbun di
dalam darah dan jika konsentrasinya mencapai nilai tertentu(sekitar
2-2,5mg/dl), senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian menjadi
kuning. Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice(Murray et
al,2009).1mg>
J.
Pemeriksaan
Penunjang
1.
Pemeriksaan
bilirubin serum
a.
Pada
bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4 hari
setelah lahir. Apabila nilainya lebih
dari 10mg/dl tidak fisiologis.
b.
Pada
bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-7 hari
setelah lahir. Kadar bilirubin yang
lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis.
2.
Pemeriksaan
radiology
Diperlukan
untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma kanan pada
pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma.
3.
Ultrasonografi
Digunakan
untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra hepatic.
4.
Biopsy
hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus
yang sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra
hepatic selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis
hati, hepatoma.
5.
Peritoneoskopi
Dilakukan
untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk perbandingan
pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.
6.
Laparatomi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat
foto dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita
penyakit ini.
K.
Penatalaksanaan
Berdasarkan
pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai
tujuan :
1.
Menghilangkan
Anemia
2.
Menghilangkan
Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3.
Meningkatkan
Badan Serum Albumin
4.
Menurunkan
Serum Bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, TransfusiPengganti, Infus Albumin
dan Therapi Obat (Nelson,
2007).
1.
Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengantranfusi
pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus padacahaya dengan
intensitas yang tinggi ( a bound of fluorencent light bulbsorbulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan
Bilirubin dalam kulit.
Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara
memfasilitasi eksresiBiliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika
cahaya yang diabsorsijaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua
isomeryangdisebut Fotobilirubin.
Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh
darahmelalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan
denganAlbumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu
dandiekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa
proseskonjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch, 1984). Hasil Fotodegradasi
terbentukketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan
peningkatan kadarBilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan
Hemolisisdapat menyebabkan Anemia. Secara umum Fototherapi harus diberikan pada
kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan
kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi
Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi
Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat
Badan Lahir Rendah.
a.
Kriteria
alat
1)
Menggunakan
panjang gelombang 425-475 nm.
2)
Intensitas
cahaya yang biasa digunakan adalah 6-12 mwatt/cm2 per nm.Cahaya diberikan pada
jarak 35-50 cm di atas bayi.
3)
Jumlah
bola lampu yang digunakan berkisar antara 6-8 buah, terdiri dari biru (F20T12),
cahaya biru khusus (F20T12/BB) atau daylight fluorescent tubes .
b.
Prosedur
Pemberian Fototerapi.
Persiapan Unit Terapi sinar
1)
Hangatkan
ruangan tempat unit terapi sinar ditempatkan, bila perlu, sehingga suhu di
bawah lampu antara 38 0C sampai 30 0C.
2)
Nyalakan
mesin dan pastikan semua tabung fluoresens berfungsi dengan baik.
3)
Ganti
tabung/lampu fluoresens yang telah rusak atau berkelip-kelip (flickering):
4)
Catat
tanggal penggantian tabung dan lama penggunaan tabung tersebut.
5)
Ganti
tabung setelah 2000 jam penggunaan atau setelah 3 bulan, walaupun tabung masih
bisa berfungsi.
6)
Gunakan
linen putih pada basinet atau inkubator, dan tempatkan tirai putih di sekitar
daerah unit terapi sinar ditempatkan untuk memantulkan cahaya sebanyak mungkin
kepada bayi
2.
Tranfusi
Pengganti
Transfusi Pengganti atau
Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
a.
Titer
anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
b.
Penyakit
Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
c.
Penyakit
Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
d.
Tes
Coombs Positif
e.
Kadar
Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
f.
Serum
Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
g.
Hemoglobin
kurang dari 12 gr / dl.
h.
Bayi
dengan Hidrops saat lahir.
i.
Bayi
pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi
Pengganti digunakan untuk :
a.
Mengatasi
Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan)
terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
b.
Menghilangkan
sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
c.
Menghilangkan
Serum Bilirubin
d.
Meningkatkan
Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatandengan Bilirubin
Pada
Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera(kurang dari 2
hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidakmengandung antigen A dan
antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap
hari sampai stabil.
3.
Therapi
Obat
Phenobarbital
dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi
Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektifbaik diberikan pada ibu hamil
untuk beberapa hari sampai beberapa minggusebelum melahirkan.
Penggunaan
penobarbital pada post natal masih menjadipertentangan karena efek sampingnya
(letargi).Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat
urinesehingga menurunkan siklus Enterohepatika.
BAB
III
TINJAUAN
KASUS
No.
Register
|
00449546
|
Tanggal
|
1
Juni 2016
|
Tempat
|
Ruang
Anyelir
|
Jam
|
12.45
WIB
|
|
|
|
|
I.
PENGKAJIAN
A.
IDENTITAS
BAYI
Nama : By Ny.M
Umur : 7 Hari
Jenis
Kelamin : Laki - Laki
B.
IDENTITAS
PENANGGUNG JAWAB
|
|
||
AYAH
|
|
IBU
|
|
Nama
|
Tn, L
|
Nama
|
Ny. M
|
Umur
|
42
tahun
|
Umur
|
38
tahun
|
Agama
|
Islam
|
Agama
|
Islam
|
Pendidikan
|
SMP
|
Pendidikan
|
SMA
|
Pekerjaan
|
Wiraswasta
|
Pekerjaan
|
IRT
|
Status
|
Menikah
|
Status
|
Menikah
|
Suku
Bangsa
|
Jawa,
Indonesia
|
Suku
Bangsa
|
Jawa,
Indonesia
|
Alamat
|
Lebawu
20 / 04 Pecangaan, Jepara
|
Alamat
|
Lebawu
20 / 04 Pecangaan, Jepara
|
II.
DATA
SUBYEKTIF
1.
Keluhan
Pasien melakukan persalinan diruang mawar RSUD RA. Kartini , dan pada
hari ke 3 Ny. M mengatakan bayinya berwarna kekuningan pada bagian wajah dan
leher lalu bayinya di pindah di ruang Anyelir untuk dirawat.
2.
Riwayat
Kehamilan
Anak
|
Umur
|
J/K
|
BBL
|
PBL
|
UK
|
Jenis
Persalinan
|
Komlikasi
Persalinan
|
Penolong
|
Kelainan Bayi
|
ASI / Susu
Formula
|
1
|
16 th
|
L
|
3000
gram
|
48
cm
|
9 bulan
|
Normal
|
-
|
Bidan
|
-
|
ASI
|
2
|
8 th
|
L
|
3200
gram
|
48
cm
|
9 bulan
|
Normal
|
-
|
Bidan
|
-
|
ASI
|
3
|
14
Bln
|
L
|
2100
gram
|
48
cm
|
9 bulan
|
Normal
|
-
|
Bidan
|
-
|
ASI
|
4
|
7
Hr
|
L
|
2900
gram
|
48
cm
|
8 bulan, 1 hari
|
Sectio
Caesaria
|
-
|
Dokter
|
-
|
ASI
|
HPHT : 18 Agustus 2015
HPL :
25 Mei 2016
Umur kehamilan menurut klien : 8 bulan lebih 1 hari
ANC :
8 kali
Dimana :
Bidan
Tablet Fe :
90 tablet
Imunisasi TT :
2 kali
Kebiasaan
ibu
Merokok :
tidak
Jamu :tidak
Obat-obatan :tidak
Gerakan janin 1 kali : 5 bulan
3.
Riwayat
Persalinan :
Lahir : 25 Mei 2016 Jam :
01.00 WIB
Jenis Persalinan : Sectio Caesaria Penolong : Dokter
KK Pecah Jam : 01.00 WIB Jumlah amnion
: 500 cc
Warna : Jernih
4.
Riwayat
Kelahiran
BB / PB : 2900 gram / 48 cm
LK / LD / LILA : 30 cm/ 35 cm/ 12 cm
Apgar Skore : 8,9,10
5.
Riwayat
Kesehatan
Riwayat Penyakit Menular
Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit menular TBC, hepatitisataupun
HIV/AIDS.
Riwayat Penyakit Menurun
Ibu mengatakan saat ini tidak memiliki penyakit menurun, DM (Diabetes
Melitus), malaria.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Ibu
mengatakan keluarga tidak pernah menderita penyakit menular TBC, hepatitis
ataupun HIV/AIDS, DM (Diabetes Melitus), malaria, maupun HIV/AIDS.
Riwayat Kembar dan Kecacatan
Ibu mengatakan tidak pernah memiliki riwayat kelahiran kembar.Dan tidak
ada yang memiliki riwayat kecacatan.
DATA OBYEKTIF
1.
Pemeriksaan
umum
Tanggal : 1 Juni 2016
Jam : 13.00 WIB
Keadaan umum :
Baik, menangis kuat, warna kulit kemerahan, aktif
TTV
N :
142 x/rmenit
S :
36, 50C
RR :
45 x/menit
2.
Pemeriksaan
Fisik
Kepala :
Mesochepal, tidak ada caput sucsedanum, tidak ada cepal hematoma.
Muka :
Warna kekuningan, tidak ada eritema
Ubun – ubun :
Sudah menutup, tidak ada kelainan.
Mata :
Simetris, anemis, sclera tidak ikterik.
Telingga :
Simetris, ada serumen
Mulut :
Bibir lengkap, ada palatom, tidak ada kelainan rongga mulut, tidak ada labio
palatokisis
Hidung :
Simetris, ada cuping hidung, tidak ada kelainan.
Leher :
Ada pembesaran kelenjar thyroid, warna kekuningan.
Dada :
Simetris, ada retraksi dinding dada.
Tali pusat :
Tidak ada perdarahan, tidak ada kelainan
Abdomen :
Tidak ada pembesaran hepar
Warna Kulit :
Pada bagian wajah dan leher warna kekuningan.
Ekstermitas :
Simetris, ada kuku, tidak ada kelainan.
Genetalia :
Testis sudah turun, tidak ada kelainan.
Anus :
Ada lubang anus, tidak ada kelainan.
3.
Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan laboratorium
Bilirubin indirect : 18,57 mg% (normal 0,1 –
12,16 mg%)
Haemoglobin :
8,3 gr% (normal 14 – 18 gr%)
Leukosit :
8.920 mm³ (normal 4.000 – 10.000 mm³)
Trombosit :
581.000 mm³ (normal 150.000 – 400.000 mm³)
III.
INTERPRESTASI
DATA DASAR
Diagnosa :
By.Ny. M umur 7 hari jenis kelamin laki – laki dengan hiperbilirubin
IV.
IDENTIFIKASI
DIAGNOSA/MASALAH POTENSIAL
Kern Ikterus
V.
IDENTIFIKASI
KEBUTUHAN YANG MEMERLUKAN TINDAKAN SEGERA
Foto terapy
VI.
PERENCANAAN
ASUHAN MENYELURUH
Tanggal : 1 Juni 2016 Jam
: 12. 50 WIB
1.
Beritahu
ibu pemeriksaan dan tindakan yang akan di lakukan pada bayinya.
2.
Beri
infuse Dexstrose 10 % dengan 20 tetes permenit
3.
Menutup
mata bayi dan genitalia dengan menggunakan kassa
4.
Meletakkan
bayi dibawah fototerapy
5.
Konseling
ASI Eksklusif dan cara pemberian ASI
VII.PELAKSANAAN ASUHAN
Tanggal : 1 Juni 2016 Jam : 13.00 WIB
1.
Memberitahu
ibu hasil pemeriksaan bahwa bayi mengalami hiperbilirubin dimana kondisi
bilirubin bayi di atas normal yaitu 18,57 mg%
Normal bilirubin pada bayi : 0,1 – 12,16 mg%
2.
Memasang
infuse Dexstrose 10 % dengan 20 tetes permenit.
3.
Melakukan
penutupan mata dan genitalia bayi dengan menggunakan kassa untuk mencegah
terjadi persepsi sensori penglihatan / gangguan pada retina pada masa
perkembangan.
4.
Meletakkan
bayi dibawah fototerapy 24 jam untuk menormalkan bilirubin bayi
5.
Memberi
konseling kepada ibu tentang ASI Eksklusif harus di berikan selama 6 bulan
tanpa tambahan makanan pendamping ASI, cara pemberian ASI di berikan 2 – 4 jam
sekali untuk memenuhi nutrisi bayi.
VIII.
EVALUASI
Tanggal : 1 Juni 2016 Jam
: 13.15 WIB
1.
Ibu
telah mengetahui pemeriksaan dan tindakan yang akan di lakukan pada bayinya.
2.
Bayi
telah diberi infuse Dexstrose 10 % dengan 20 tetes permenit
3.
Telah
dilakukan penutupan mata dan genitalia bayi dengan menggunakan kassa
4.
Bayi
telah di letakkan dibawah fototerapy 24 jam
5.
Telah
dilakukan konseling ASI Eksklusif dan cara pemberian ASI.
BAB
IV
PELAKSANAAN
PRASAT
Tanggal
|
Data
|
Planning
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
02/06/16
07.00
WIB
|
DS : ibu
mengatakan bayinya masih kuning
DO:bayi
terlihat kuning pada wajah dan leher
Bilirubin
indirect : 18,3mg %
|
1.
Lanjutkan
fototherapi
2.
Pantau
tanda – tanda vital
3.
Kolaborasi
dengan dokter untuk pemberian obat dan tindak lanjut
|
1.
Melanjutkan
fototherapi selama 24 jam dengan cara :
a.
Jelaskan
maksud dan tujuan pada ibu.
b.
Cuci
tangan.
c.
Memastikan
ruangan dalam keadaan hangat.
d.
Menutup
mata dan genetalia bayi dengan kassa dan kertas karbon.
e.
Membuka
pakaian bayi.
f.
Menyalakan
lampu foto terapi.
g. Menutupi daerah sekitar lampu dengan kain putih untuk memantulkan
cahaya sebanyak – banyaknya pada bayi
2.
Memantau
tanda – tanda vital.
3.
Berkolaborasi
dengan dokter untuk pemberian obat dan tindakan lanjutan yaitu melepas OGT
dan menganjurkan ibu untuk menyusui bayi.
|
1.
Bayi
sedang dalam proses fototherapi
2.
Hasil
TTV : N:130x/menit S:36,7°c RR:50x/menit
3.
Pemberian
obat Ampicilin 150mg/8jam melalui syeringe pump jam. 09.00 WIB
Gentamicin 10mg/ 24jam jam.09.00WIB
OGT telah dilepas
Ibu belajar menyusui bayinya
|
Pukul
:
14.30
WIB
|
|
1.
Lanjutkan
fototherapi.
2.
Pantau
tanda – tanda vital.
3.
Pemberian
obat dan tindak lanjut.
|
1.
Melanjutkan
fototherapi selama 24 jam
2.
Memantau
tanda – tanda vital
3.
Pemberian
obat dan Menganjurkan ibu untuk menyusui bayi
|
1.
Bayi
sedang dalam proses fototherapi
2.
Hasil
TTV : N:148x/menit S:36,7°c RR:50x/menit
3.
Pemberian
obat Ampicilin 150mg/8jam melalui syeringe pump jam 17.00 WIB
4.
Bayi
mulai belajar menyusu dan berhenti foto therapy saat menyusu selama ±20 menit
|
03/06/16
08.00
WIB
|
DS :
ibu mengatakan bayinya tidak mau menyusu
DO : inspeksi:
bayi tampak kekuningan di bagian wajah dan leher
bilirubin
indirect : 15,8mg%
|
1.
Lanjutkan
fototherapi
2.
Ajarkan
ibu untuk menyusui
3.
Berikan
terapi obat
|
1.
Melanjutkan
fototherapi dan memastikan bayi mendapat sinar yang adekuat
2.
Mengajarkan
ibu menyusui banyinya dan menganjurkan ibu untuk menyusui setiap 2 jam.
3.
Memberikan
terapi obat Gentamicin 150mg/8jam melalui syeringe pump
Ampicilin 10mg/ 24jam
|
1.
Bayi
masih diberi fototherapi
2.
Bayi menyusu setiap 2 jam sekali dan berhenti foto terapi
selama ±20 menit.
3.
Obat
Ampicilin 150mg/8jam melalui syeringe pump jam 09.00 WIB
Gentamicin 10mg/ 24jam telah diberikan
melalui injeksi intravena jam 09.00 WIB
|
Pukul
:
15.00
|
|
4.
Pantau
tanda – tanda vital
5.
Ajarkan
ibu untuk menyusui
6.
Beri
terapi obat
|
4.
Memantau
tanda - tanda vital
5.
Mengajarkan
ibu menyusui banyinya dan menganjurkan ibu untuk menyusui setiap 2 jam.
6.
Memberikan
ampicilin
|
4.
Hasil
TTV : N:148x/menit S:36,7°c RR:50x/menit
5.
Bayi
belajar menyusu setiap 2 jam dan berhenti foto therapy ±20 menit
6.
Ampicilin
150mg/8 jam melalui syringe pump jam 17.00 WIB
|
04/06/16
07.00
WIB
|
DS :
ibu mengatakan bayi kekuningan hanya bagian wajah
DO :
bayi tampak kekuningan pada bagian wajah
Jumlah
feses banyak
Bilirubin
indirect :12.8mg%
|
1.
Lanjutkan
fototherapi
2.
Pantau
TTV
3.
Berikan
therapy
|
1.
Melanjutkan
program fototherapi
2.
Memantau
TTV.
3.
Memberikan
terapi obat Gentamicin 150mg/8jam melalui syeringe pump
Ampicilin 10mg/ 24jam
|
1.
Hasil
fototherapi : kekuningan mulai hilang
Bilirubin indirect : 10, 57mg%
2.
Hasil
TTV:
N : 145x/menit
S : 37°c
RR : 48x/menit
3.
Telah
dilakukan pemberian obat Ampicilin 150mg/8jam melalui syeringe pump jam 13.00
WIB
Gentamicin 10mg/ 24jam melalui injeksi
intravena jam 09.00 WIB
|
Pukul
:
14.45
|
|
1.
Pantau
tanda – tanda vital
2.
Ajarkan
ibu untuk menyusui
|
1.
Memantau
tanda – tanda vital
2.
Mengajarkan
ibu menyusui banyinya dan menganjurkan ibu untuk menyusui setiap 2 jam.
|
1.
Hasil
TTV:
a.
N
: 145x/menit
b.
S
: 37°c
c.
RR
:48 x/menit.
2.
bayi
sudah bisa menyusu dengan baik dan terlihat kenyang di tandai dengan bayi
tidur pulas
|
06/06/16
|
DS :ibu
mengatakan bayi tidak kuning lagi
DO :
bayi tampak kemerahan
Bilirubin
indirect : 7.3mg%
|
1.
Hentikan
fototherapi
2.
Pantau
TTV
3.
Konsultasi
dengan dokter mengenai tindak lanjut
|
1.
Menghentikan
fototherapi.
2.
Memantau
TTV.
3.
Konsultasi
dengan dokter mengenai tindakan lanjutan.
|
1.
Fototherapi
telah dihentikan
2.
Hasil
TTV :
a.
N
: 138x/menit
b.
S
: 36,8°c
c.
RR
: 52x/menit
3.
Hasil
konsultasi dengan dokter bayi Ny. M diperbolehkan pulang.
|
BAB
V
PEMBAHASAN
Pada BAB
IV ini kita akan membahas tentang hubungan antara teori dan praktek di lahan
yang akan di paparkan dalam beberapa sub di bawah ini
1.
Terdapat
perbedaan antara nilai normal bilirubin dalam teori dan prktek di lahan, di
dalam teori nilai normal bilirubin indirect dibedakan antara bayi normal dan
bayi pre matur yaitu bayi normal = <10mg bayi="" bilirubin="" dan="" di="" dibedakan="" indirect="<12,16" lahan="" mg="" namun="" nilai="" normal="" premature="<12mg%" span="" tidak="">10mg>
2.
Penatalaksanaan
bayi dengan hiperbilirubin di teori dan di lahan sudah sama yaitu memberikan
foto therapy dan infuse glukosa namun ada perbedaan antara syarat jarak lampu
ke bayi di teori dan ysng dikerjakan di lahan. Di teori syarat jarak lampu ke
bayi adalah 35 – 50 cm,namun di lahan jarak lampu ke bayi adalah 60 cm namun
itu tidak mengurangi efektivitas pemberian foto therapy karena didukung oleh
pemberian kain putih di sekitar lampu yang berguna untuk memantulkan cahaya
secara maksimal ke bayi.
BAB
VI
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hiperbilirubinemia
adalah bayi dismatur lebih sering menderita hiperbilirubinemia dibanding bayi
yang bertanya sesuai dengan masa kehamilan. Berat hati bayi dismatur kurang
dibandingkan bayi biasa, mungkin disebabkan gangguan pertumbuhan hati.
Penyebabnya
yaitu dari Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek (bilirubin
bebas) yaitu bilirubin tidak larut dalam air, berikatan dengan albumin untuk transport
dan komponen bebas larut dalam lemak serta bersifat toksik untuk otak karena
bisa melewati sawar darah otak. Sedangkan Bilirubin terkonjugasi atau bilirubin
direk (bilirubin terikat) yaitu bilirubin larut dalam air dan tidak toksik
untuk otak. Manifestasi klinik dari hiperbilirubinemia adalah Letargi,
Tonus otot meningkat, Leher kaku,Opistotonus, Muntah, anorexia, fatigue, warna
urine gelap, warna tinja pucat.
B.
Saran
Kami
selaku penulis berharap kepada pembaca khususnya kami sendiri agar dapat menambah
pengetahuan dan keterampilan tentang asuhan keperawatan pada anak
khususnya dengan hiperbilirubinemia.
DAFTAR PUSTAKA
Betz,
& Linda. (2009). Buku Saku Keperawatan Pediatri edisi 5. Ahli
bahasa, Eny Meiliya
Editor edisi bahasa
Indonesia, Egi Komara Yudha. Jakarta : EGC
R Dwienda octa, & Liva
maita, dkk. (2012). Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi/Balita dan Anak
Prasekolah untuk Bidan ed 1. Yogyakarta : ECG
Hidayat A Aziz
Alimul. (2005). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan
Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika
Suryanah. (1996). Keperawatan
Anak Untuk Siswa SPK. Jakarta : EGC
Ashwill &
Droske. 1997. Nursing Care of Children. Philadelphia. WB Saunders Company.
Barnard & Hazinski. 1992. Nursing Care of Critically III Children. St. Louis, Mosby Year Book Inc.
Barnard & Hazinski. 1992. Nursing Care of Critically III Children. St. Louis, Mosby Year Book Inc.
Ilyas, Mulyati
& Nurlina. 1995. Asuhan Keperawatan Perinatal. Jaakrta. EGC
Markum. 1991.
Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. FKUI
Nelson, Behrman.
1992. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. EGC
Sukadi. 2002.
Ikterus Neonaturum Diktat Kuliah Perinatologi. Bandung, FKUP RSHS.
Wong, 2005. Clinical Manual of Pediatric Nursing. San Fransisco. Mosby
Wong, 2005. Clinical Manual of Pediatric Nursing. San Fransisco. Mosby
Tidak ada komentar:
Posting Komentar